Manchester United memastikan diri sebagai juara Liga Inggris musim 2012/2013. Momen juara itu didapatkan setelah mengalahkan Aston Villa dengan skor telak 3-0.
Gelar juara ini menjadi gelar ke-20 bagi United sepanjang kiprahnya di sepakbola Inggris, sekaligus menjadi gelar juara ke-13 yang didapat oleh Sir Alex Ferguson.
Meski Sering dikritik karena seringnya sepanjang musim ini bermain di bawah standar, toh United berhasil mengunci gelar juara dengan margin yang terlalu meyakinkan. Meski masih menyisakan 4 laga lagi, United unggul 16 poin dan selisih 14 gol dibandingkan saingan terdekatnya, Manchester City.
Bagaimana Cara United Mendominasi?
Yang paling menonjol dari United di babak pertama adalah cara mereka mengatur pertukaran posisi pemain. Mereka bermain dengan cair, setiap pemain tidak terpaku di posisinya masing-masing. Ini menyulitkan Villa dalam bertahan.
Turun dengan formasi dasar 4-2-3-1, Ferguson hanya mematok Van Persie sendirian di depan dengan dibantu Kagawa berada di belakangnya. Sementara Rooney justru ditempatkan di jantung lini tengah, nyaris beririsan dengan area bermain Carrick.
Penempatan posisi di atas pun dijalankan di lapangan dengan fleksibel. Kagawa bukan hanya menjadi seorang penyerang kedua, tapi juga banyak bergerak ke kedua sisi lapangan. Sementara Van Persie sendiri rajin turun menjemput bola, ikut melakukan defensive-action dan bahkan membuat sebuah last man block-shot di babak kedua. Chalkboard passing Kagawa dan Persie di atas menjelaskan permutasi gerakan mereka yang tidak statis. Belum lagi pergerakan Giggs yang juga banyak masuk ke tengah karena Evra sebagai full-back kiri cukup dominan membongkar sisi kanan pertahanan lawan dengan overlap-nya.
Cara bermain seperti ini sering memaksa double-pivot Aston Villa, Ashley Westwood dan Fabian Delph, ikut naik ke atas. Imbasnya, ini memaksa Villa memasang garis pertahanan yang tinggi.
Gol kedua Van Persie menunjukkan bagaimana duet center back Villa, Ron Vlaar dan Nathan Baker, naik ke atas dan celah itu dimanfaatkan oleh Rooney yang dengan cantik mengirim umpan panjang yang dieksekusi dengan sempurna oleh Van Persie.
Rooney sebagai Box to Box Midlfielder? Why Not?
Salah satu persoalan taktikal United musim ini adalah bagaimana mengakomodasi Rooney setelah SAF membeli Kagawa dan Van Persie. Posisi target-man sudah pasti menjadi jatah Van Persie. Dan sejauh ini dia sudah membuktikan kalau dirinya memang layak dipercaya sebagai goal-getter.
Rooney sering menjadi pemain di belakang ujung tombak sebagai pemain bertipikal no. 10. Namun keberadaan Kagawa membuat posisi itu pun tidak sepenuhnya menjadi milik Rooney. Biar bagaimanapun, di situlah posisi ideal Kagawa yang membuat namanya berkibar di Liga Jerman bersama Dortmund.
Dalam beberapa kesempatan, termasuk dalam dua laga terakhir sebelum menghadapi Villa yaitu vs Stoke City dan West Ham, SAF memutuskan untuk menempatkan Rooney lebih ke dalam. Posisinya tepat di depan atau bahkan sering beririsan dengan Carrick dan di belakang Kagawa.
Dalam posisi barunya ini, potensi Rooney dalam membagi bola dan dalam bertahan jadi termaksimalkan secara seimbang. Skema triangular di jantung lini tengah pun bisa terlihat. Umpan satu dua sentuhan di antara Carrick-Rooney-Kagawa juga jadi sering terlihat. Chalkboard umpan yang dibuat Rooney seperti terlihat di bawah menunjukkan betapa Rooney sangat banyak membuat umpan di jantung lini tengah.
Sepanjang babak I, jumlah umpan yang dibuat Rooney hanya kalah dari Carrick [40 berbanding 48]. Tapi Rooney unggul dalam jumlah produksi umpan long-ball dan through-ball. Sepanjang babak I, Rooney adalah pemain yang paling banyak memproduksi dua jenis umpan itu. Salah satu umpan panjangnya bahkan menjadi asisst bagi gol kedua Van Persie.
Jika sebelumnya Rooney sering dianggap sebagai pemain bertipe no. 10 [termasuk di timnas], dalam peran barunya di laga ini dia lebih pas disebut sebagai seorang box-to-box midfielder. Peran ini dalam beberapa musim terakhir sering diperankan oleh Scholes.
Action zone Rooney selama di lapangan bisa menggambarkan hal itu [lihat gambar di bawah ini]. Praktis Rooney bergerak hampir di semua area. Persentase Rooney berada di kotak penalti lawan dan kotak penalti sendiri sama persis. Box to box.
Kenapa Giggs Dapat Membuat 2 Asisst?
Ada dua orang yang punya catatan gelar juara sebanyak 13 kali: Sir Alex dan Ryan Giggs. Jumlah trofi Liga Inggris yang diraih Giggs bahkan lebih banyak dari yang didapat Arsenal selama lebih dari satu abad. Laga ini membuktikan bahwa, kendati usianya hampir berkepala empat, tapi keberadaan Giggs di skuat bukan hanya sebagai pelengkap. Di laga ini dia membuat dua asisst.
Giggs memang tidak muda lagi. Dia tak mungkin mengobrak-abrik sisi kanan pertahanan lawan dengan sprint dan dribling secara terus menerus. SAF sering menempatkannya sebagai gelandang serang. Tapi di laga ini, Giggs bermain kembali di posisi naturalnya di sayap kiri.
Sepanjang laga, Giggs secara efektif mengatur ritme permainan dengan mengkombinasikan posisi bermain di sayap dan bergerak di tengah. Kombinasinya dengan Evra berjalan sangat dinamis. Saat Giggs masuk ke tengah, gantian Evra yang menyisir lapangan.
Terlihat dalam chalkboard di atas bagaimana Evra dan Giggs berbagi peran yang sama dalam membongkar sisi kanan pertahanan Villa yang dijaga oleh Mathew Lowton. Keduanya dengan rapi saling bergantian membombardir Lowton yang tak mendapat bantuan memadai dari N’Zogbia maupun Andreas Weiman.
Bagaimana Villa Bermain di Babak II?
Aston Villa bermain lebih baik di babak kedua. Salah satu perubahan yang dilakukan Paul Lambert, dan itu terbukti membantu Villa, adalah pergantian N’Zogbia dengan Karim el-Ahmadi. Pemain berpaspor Maroko ini posisi naturalnya adalah seorang gelandang bertahan. Di laga ini, Lambert memutuskan untuk menempatkan dia di sisi kanan, tepat di depan Mathew Lawton.
Perubahan ini setidaknya berhasil membuat Villa tak keteteran lagi dihajar oleh kombinasi Evra dan Giggs. Defensive ability Karim sangat membantu Lawton yang sepanjang babak I praktis dibiarkan sendirian menghadapi kombinasi Evra dan Giggs.
Chalkboard di bawah ini yang menggambarkan area gerak Karim bisa menjelaskan kenapa sisi kanan Villa bisa lebih aman di babak II. Dia banyak bergerak di kanan, bahkan cukup aktif memasuki area final third. Dia juga banyak masuk ke tengah, terutama di depan jantung pertahanan Villa, melapis Westwood dan Delph.
Tak hanya itu, Karim juga cukup bagus dalam menyerang. Dibanding babak pertama, sisi kanan Villa jauh lebih hidup setelah masuknya Karim. Dia bahkan berhasil membuat 2 kali percobaan mencetak gol yang semuanya berhasil dimentahkan oleh David de Gea.
Apakah Skor Akhir Merupakan Hasil yang Fair?
Tentu saja. United berhasil mengunci gelar juara Liga Inggris ke-20 lewat permainan cantik dan meyakinkan -- terutama di babak I. Gol kedua Robin van Persie, yang dicetak melalui tendangan voli menyambut umpan panjang Wayne Rooney, jadi ilustrasi betapa dandy-nya cara United mengunci gelar juara musim ini.
Villa memang sangat buruk di babak I. Mereka memang membuat 5 percobaan mencetak gol di babak I [hanya selisih 1 dari United yang membuat 6 attempts]. Tapi dari 5 kali percobaan itu tidak ada satu pun yang on-target. Tim asuhan Paul Lambert ini tampil lebih baik di babak 2 dan berhasil membuat 4 percobaan mencetak gol yang on-target. Tapi semuanya bukan peluang emas dan mudah dipatahkan oleh De Gea.
Glory - Glory Man United
Tidak ada komentar:
Posting Komentar