\

Senin, 26 November 2012

Mengapa Koperasi Di Indonesia Sulit Berkembang




A. PENDAHULUAN
     Mengapa koperasi di Indonesia sulit berkembang? Dalam perspektif Hukum Koperasi Indonesia, koperasi harus dipahami dalam 2 (dua) pengertian sekaligus; yaitu, pertama, sebagai sebuah sistem ekonomi dan, kedua, sebagai suatu badan usaha.
     Dua pengertian ini haruslah dipahami sebagai dwi-tunggal, yang dapat dibedakan namun tidak dapat dipisah-pisahkan satu dengan lainnya. Seringkali, untuk memberikan pemahaman mengenai koperasi, koperasi dibandingkan dengan bentuk-bentuk badan usaha lain misalnya Perseroan Terbatas (PT). Perbandingan sedemikian tentu saja menghasilkan deskripsi mengenai kelebihan dan kekurangan masing-masing sesuai karakteristiknya. Akan tetapi, sekadar membandingkan koperasi dengan badan usaha lainnya tidak akan pernah menghasilkan suatu pemahaman yang utuh dan menyeluruh tentang ruang-lingkupnya, terutama bila tidak terlebih dahulu dipahami dua wajah koperasi dalam Hukum Koperasi Indonesia.
Koperasi Sebagai Sistem Ekonomi
     Pernyataan Swasono (2007) bahwa hakikat Pasal 33 UUD 1945 adalah wujud nasionalisme ekonomi Indonesia mengandung pengertian berupa tekad kemerdekaan untuk mengganti asas perorangan (individualisme) menjadi asas kebersamaan dan kekeluargaan. Usaha bersama atas asas kekeluargaan adalah wujud kebersamaan, suatu mutualism and brotherhood; bukan individualisme, melainkan saling menghormati dan peduli sesama serta saling tolong-menolong sebagai sebuah kewajiban bersama. Pasal ini juga dipandang telah memposisikan rakyat Indonesia secara substansial untuk memperoleh sebesar-besar kemakmuran dari bumi, air dan kekayaan alam Indonesia.
     Bila memperhatikan hakikat Pasal 33 tersebut, sangat jelas tampak sebuah keterkaitan yang erat antara Pasal 33, khususnya ayat (1), dengan nilai utama koperasi, yaitu kerjasama. Koperasi sebagai sebuah gerakan ekonomi yang berbasis anggota, memiliki prinsip dasar mengedepankan kekuatan anggota untuk saling bekerjasama dalam memenuhi kesejahteraan bersama secara mandiri. Bila dilihat sejarah konstitusi, khususnya penjelasan UUD 1945 yang sebelum amandemen diakui keberadaannya, badan usaha yang sangat sesuai dengan asas kekeluargaan adalah koperasi. Pasal 33 merupakan sikap founding fathers yang menghendaki suatu transformasi badan usaha yang ada pada masa itu ke arah Koperasi Indonesia.

     Dalam pengertian ini, transformasi tersebut tidak berarti mengubah semua badan usaha menjadi badan usaha koperasi, namun sebenarnya menitikberatkan pada koperasi sebagai sebuah sistem ekonomi. Swasono (2007) menyatakan bahwa dengan sistem ekonomi koperasi, bentuk-bentuk perusahaan seperti PT, Firma, CV, BUMN, BUMD dan sebagainya dapat memiliki bangun koperasi, dengan spirit internal dan jejaring esksternal yang berdasarkan asas kebersamaan dan kekeluargaan sebagai sistem ekonomi nasional berdasarkan Triple Co, yaitu: co-ownership, co-determination dan co-responsibility. Dengan mewujudkan sistem ekonomi koperasi, maka koperasi sebagai sebuah badan usaha juga akan tumbuh dan berkembang sebagai entitas bisnis.
     Bila koperasi sebagai sistem ekonomi kembali dikaitkan dengan pertanyaan yang diajukan oleh mahasiswa di atas, sangat jelas bahwa sejauh ini upaya untuk menjalankan sistem ekonomi koperasi sebagaimana diamanatkan Pasal 33 UUD 1945 telah gagal. Kegagalan ini dapat dilihat dari pranata-pratana yang dibangun dan dikembangkan oleh Pemerintah dalam menopang sistem ekonomi. Segala rezim, mulai dari Orde Baru sampai sekarang, sangat jelas keberpihakannya kepada pengembangan pranata-pranata yang menopang sistem ekonomi kapitalis liberal seperti perbankan, pasar modal dan berbagai institusi keuangan lainnya. Tentu saja, setiap rezim itu menyertakan dalam programnya pengembangan ekonomi kerakyatan. Akan tetapi, sayangnya, sejarah mencatat keberpihakan kepada sistem ekonomi kapitalis liberal terlalu sulit diingkari.
Koperasi Sebagai Badan Usaha
     Dasar hukum koperasi sebagai sebuah badan usaha terdapat dalam UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (UU Koperasi) dan berbagai peraturan pelaksananya. Dalam UU ini, koperasi didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi yang melandaskan kegiatannya pada prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Terkait koperasi sebagai badan usaha, Hatta (1933) menegaskan rakyat sebagai produsen-produsen kecil harus bergabung membentuk koperasi (produksi). Dengan cara ini, teknik baru dalam bidang produksi lebih mungkin untuk dikuasai daripada dilakukan secara terpisah-pisah. Usaha bersama akan membangkitkan skala ekonomi dan meningkatkan produktivitas. Dengan kekuatan ini, koperasi akan mampu mempengaruhi pasar.
     Dari pendapat Hatta ini, dapat disimpulkan bahwa koperasi sebagai badan usaha sebenarnya tidak anti-pasar. Untuk dapat berkompetisi dalam pasar, koperasi sebagai badan usaha harus mampu membaca potensi anggota, mengkoordinasikan segala sumberdaya yang ada, dan memetakan peluang usaha untuk memproduksi barang atau jasa secara mandiri. Pilihan terhadap peluang usaha pertama-tama harus didasarkan pada kepentingan ekonomi bersama anggotanya. Misalnya, jika sekelompok peternak sapi ingin mendirikan koperasi, maka yang paling sesuai dengan kepentingan ekonomi mereka adalah usaha penjualan atau pengolahan susu sapi. Dalam konteks ini, koperasi harus tunduk pada kaidah, prinsip dan logika entitas bisnis, di mana prinsip manajemen yang profesional dan prinsip keuangan yang baik harus menjadi landasan utama.
     Bila dikaitkan kembali koperasi sebagai sebuah badan usaha dengan pertanyaan tadi,-Mengapa koperasi di Indonesia sulit berkembang?- sebagian besar koperasi dalam perjalanan sejarah tidak tumbuh secara profesional dan mandiri. Kegagalan negara menciptakan sistem ekonomi koperasi tentu turut mempengaruhi perkembangan koperasi sebagai badan usaha. Semangat kerjasama koperasi digilas oleh budaya pragmatisme yang tumbuh subur dalam 'ideologi' persaingan. Selain itu, keterlibatan pemerintah selama ini lebih mengintervensi bentuk kelembagaan koperasi daripada membantu menyelesaikan permasalahan utama koperasi, antara lain, akses pada modal dan pasar. Sepak-terjang Koperasi Unit Desa (KUD) selama Orde Baru membuktikan betapa koperasi lebih ditempatkan sebagai entitas politik daripada bisnis. Selain permasalahan eksternal ini, secara internal banyak pengurus koperasi dalam perkembangannya lebih tertarik mengurus usaha atau unit simpan-pinjam daripada menciptakan usaha produktif.

B. ISI
     Saat ini masalah yang masih di hadapi koperasi dan bisa menghambat perkembangan koperasi di Indonesia menjadi problematika. Pengelolaan koperasi yang kurang efektif, baik dari segi manajemen maupun keuangan menjadi salah satu kendala berkembangnya koperasi.
Berikut adalah beberapa kendala pokok yang dihadapi oleh koperasi di Indonesia :
•   Kurang berkembangnya koperasi juga berkaitan sekali dengan kondisi modal keuangan badan usaha tersebut.  Kendala modal itu bisa jadi karena kurang adanya dukungan modal yang kuat dan dalam atau bahkan sebaliknya terlalu tergantungnya modal dan sumber koperasi itu sendiri. Jadi untuk keluar dari masalah tersebut harus dilakukan melalui terobosan structural, maksudnya dilakukannya restrukturasi dalam penguasaan factor produksi, khususnya permodalan.
•   Banyak anggota, pengurus maupun pengelola koperasi kurang bisa mendukung jalannya koperasi. Dengan kondisi seperti ini maka koperasi berjalan dengan tidak profesional dalam artian tidak dijalankan sesuai dengan kaidah sebagimana usaha lainnya.
     Dari sisi keanggotaan, sering kali pendirian koperasi itu didasarkan pada dorongan yang dipaksakan oleh pemerintah. Akibatnya pendirian koperasi didasarkan bukan dari bawah melainkan dari atas. Pengurus yang dipilih dalam rapat anggota seringkali dipilih berdasarkan status sosial dalam masyarakat itu sendiri. Dengan demikian pengelolaan koperasi dijalankan dengan kurang adanya control yang ketat dari para anggotanya.
Pengelola ynag ditunjuk oleh pengurus seringkali diambil dari kalangan yang kurang profesional. Sering kali pengelola yang diambil bukan dari yang berpengalaman baik dari sisi akademis maupun penerapan dalam wirausaha.
•   Manajemen koperasi harus diarahkan pada orientasi strategik dan gerakan koperasi harus memiliki manusia-manusia yang mampu menghimpun dan memobilisasikan berbagai sumber daya yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang usaha. Oleh karena itu koperasi harus teliti dalam memilih pengurus maupun pengelola agar badan usaha yang didirikan akan berkembang dengan baik.
     Ketidak profesionalan manajemen koperasi banyak terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. contohnya banyak terjadi pada KUD yang nota bene di daerah terpencil. Banyak sekali KUD yang bangkrut karena manajemenya kurang profesional baik itu dalam sistem kelola usahanya, dari segi sumberdaya manusianya maupun finansialnya. Banyak terjadi KUD yang hanya menjadi tempat bagi pengurusnya yang korupsi akan dana bantuan dari pemerintah yang banyak mengucur.
Selain itu terdapat beberapa hal yang menyebabkan sulitnya perkembangan koperasi di Indonesia antara lain :

1. Image koperasi sebagai ekonomi kelas dua masih tertanam dalam benak orang – orang Indonesia sehingga, menjadi sedikit penghambat dalam pengembangan koperasi menjadi unit ekonomi yang lebih besar ,maju dan punya daya saing dengan perusahaan – perusahaan besar.
2. Perkembangan koperasi di Indonesia yang dimulai dari atas (bottom up) tetapi dari atas (top down),artinya koperasi berkembang di indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul dari dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke bawah. Berbeda dengan yang di luar negeri, koperasi terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat untuk saling membantu memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan yang merupakan tujuan koperasi itu sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja. Di Indonesia, pemerintah bekerja double selain mendukung juga harus mensosialisasikanya dulu ke bawah sehingga rakyat menjadi mengerti akan manfaat dan tujuan dari koperasi.
3. Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk melayani konsumen seperti biasa, baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi dari koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem kepemilikanya. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen juga berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi kemajuan koperasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus, karena tanpa partisipasi anggota tidak ada kontrol dari anggota nya sendiri terhadap pengurus.
4. Manajemen koperasi yang belum profesional, ini banyak terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
5. Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga menjadi alasan kuat mengapa koperasi Indonesia tidak maju maju. Koperasi banyak dibantu pemerintah lewat dana dana segar tanpa ada pengawasan terhadap bantuan tersebut. Sifat bantuanya pun tidak wajib dikembalikan. Tentu saja ini menjadi bantuan yang tidak mendidik, koperasi menjadi ”manja” dan tidak mandiri hanya menunggu bantuan selanjutnya dari pemerintah. Selain merugikan pemerintah bantuan seperti ini pula akan menjadikan koperasi tidak bisa bersaing karena terus terusan menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan bantuan dengan sistem pengawasan nya yang baik, walaupun dananya bentuknya hibah yang tidak perlu dikembalikan. Dengan demikian akan membantu koperasi menjadi lebih profesional, mandiri dan mampu bersaing.
6. Kurangnya kesadaran masyarakat akan kebutuhannya untuk memperbaiki diri, meningkatkan kesejahteraanya, atau mengembangkan diri secara mandiri. Padahal Kesadaran ini adalah pondasi utama bagi pendirian koperasi sebagai motivasi.
7. Kurangnya pengembangan kerjasama antar usaha koperasi.
Itulah penyebab-penyebab kenapa perkembangan koperasi di Indonesia belum maksimal. Tetapi analisis masalah tadi bukan lah yang utama, justru yang utama jika ingin koperasi maju adalah sebagai generasi penerus bangsa di masa depan tentunya kita harus berperan aktif dalam pengembangan koperasi di negeri ini. Salah satunya melalui keikutsertaan dalam koperasi, mempelajari dan mengetahui tentang perkoperasian secara lebih mendalam.
1.     Kelebihan koperasi di Indonesia
    Hal-hal yang menjadi kelebihan koperasi di Indonesia adalah:
a.  Bersifat terbuka dan sukarela.
b. Besarnya simpanan pokok dan simpanan wajib tidak memberatkan anggota.
c. Setiap anggota memiliki hak suara yang sama, bukan berdasarkan besarnya modal
d. Bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota dan bukan sematamata mencari keuntungan.

2.     Kelemahan koperasi di Indonesia
    Hal-hal yang menjadi kelemahan koperasi di Indonesia adalah:
a. Koperasi sulit berkembang karena modal terbatas.
b. Kurang cakapnya pengurus dalam mengelola koperasi.
c. Pengurus kadang-kadang tidak jujur.
d. Kurangnya kerja sama antara pengurus, pengawas dan anggotanya.

FAKTOR FUNDAMENTAL EKSISTENSI DAN PERAN KOPERASI
     Berdasarkan pengamatan atas banyak koperasi serta menggali aspirasi berbagai pihak yang terkait dengan perkembangan koperasi, khususnya para partisipan koperasi sendiri, yaitu anggota dan pengurus, maka dapat disintesakan beberapa faktor fundamental yang menjadi dasar eksistensi dan peran koperasi dimasyarakat. Faktor-faktor berikut merupakan faktor pembeda antara koperasi yang tetap eksis dan berkembang dengan koperasi-koperasi yang telah tidak berfungsi bahkan telah tutup.
1. Koperasi akan eksis jika terdapat kebutuhan kolektif untuk memperbaiki ekonomi secara mandiri.
Masyarakat yang sadar akan kebutuhannya untuk memperbaiki diri, meningkatkan kesejahteraanya, atau mengembangkan diri secara mandiri merupakan prasyarat bagi keberdaan koperasi. Kesadaran ini akan menjadi motivasi utama bagi pendirian koperasi ‘dari bawah’ atau secara ‘bottom-up’. Faktor kuncinya adalah kesadaran kolektif dan kemandirian. Dengan demikian masyarakat tersebut harus pula memahami kemampuan yang ada pada diri mereka sendiri sebagai ‘modal’ awal untuk mengembangkan diri. Faktor eksternal dapat diperlakukan sebagai penunjang atau komplemen bagi kemampuan sendiri tersebut.
2. Koperasi akan berkembang jika terdapat kebebasan (independensi) dan otonomi untuk berorganisasi.
Koperasi pada dasarnya merupakan suatu cita-cita yang diwujudkan dalam bentuk prinsip-prinsip dasar. Wujud praktisnya, termasuk struktur organisasinya, sangat ditentukan oleh karakteristik lokal dan anggotanya. Dengan demikian format organisasi tersebut akan mencari bentuk dalam suatu proses perkembangan sedemikian sehingga akhirnya akan diperoleh struktur organisasi, termasuk kegiatan yang akan dilakukannya, yang paling sesuai dengan kebutuhan anggota. Pengalaman pengembangan KUD dengan format yang seragam justru telah menimbulkan ketergantungan yang tinggi terhadap berbagai faktor eksternal, sedangkan KUD yang berhasil bertahan justru adalah KUD yang mampu secara kreatiif dan sesuai dengan kebutuhan anggota dan masyarakat mengembangkan organisasi dan kegiatannya.
3. Keberadaan koperasi akan ditentukan oleh proses pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi.
Faktor pembeda koperasi dengan lembaga usaha lain adalah bahwa dalam koperasi terdapat nilai-nilai dan prinsip yang tidak terdapat atau tidak dikembangkan secara sadar dalam organisasi lain. Oleh sebab itu pemahaman atas nilai-nilaI koperasi : keterbukaan, demokrasi, partisipasi, kemandirian, kerjasama, pendidikan, dan kepedulian pada masyarakat; seharusnya merupakan pilar utama dalam perkembangan suatu koperasi. Pada gilirannya kemudian nilai dan prinsip itulah yang akan menjadi faktor penentu keberhasilan koperasi. Sehingga salah satu faktor fundamental bagi keberadaan koperasi ternyata adalah jika nilai dan prinsip koperasi tersebut dapat dipahami dan diwujudkan dalam kegiatan organisasi. Disadari sepenuhnya bahwa pemahaman nilai-nilai tersebut tidak dapat terjadi dalam “semalam”, tetapi melalui suatu proses pengembangan yang berkesinambungan setahap demi setahap terutama dilakukan melalui pendidikan dan sosialisasi dengan tetap memberikan tempat bagi perkembangan aspirasi lokal yang spesifik menyangkut implementasi bahkan pengayaan (enrichment) dari nilai-nilai koperasi yang universal tersebut. Dengan demikian proses pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi akan menjadi salah satu faktor penentu keberadaan koperasi.
4. Koperasi akan semakin dirasakan peran dan manfaatnya bagi anggota dan masyarakat pada umumnya jika terdapat kesadaran dan kejelasan dalam hal keanggotaan koperasi.
Hal ini secara khusus mengacu pada pemahaman anggota dan masyarakat akan perbedaan hak dan kewajiban serta manfaat yang dapat diperoleh dengan menjadi anggota atau tidak menjadi anggota. Jika terdapat kejelasan atas keanggotaan koperasi dan manfaat yang akan diterima anggta yang tidak dapat diterima oleh non-anggota maka akan terdapat insentif untuk menjadi anggota koperasi. Pada gilirannya hal ini kemudian akan menumbuhkan kesadaran kolektif dan loyalitas anggota kepada organisasinya yang kemudian akan menjadi basis kekuatan koperasi itu sendiri.
5. Koperasi akan eksis jika mampu mengembangkan kegiatan usaha yang :
    a. luwes (flexible) sesuai dengan kepentingan anggota,
    b. berorientasi pada pemberian pelayanan bagi anggota,
    c. berkembang sejalan dengan perkembangan usaha anggota,
    d. biaya transaksi antara koperasi dan anggota mampu ditekan lebih kecil dari biaya   transaksi non-koperasi, dan
    e. mampu mengembangkan modal yang ada didalam kegiatan koperasi dan anggota sendiri.
     
      Kegiatan usaha yang dikembangkan koperasi pada prinsipnya adalah kegiatan yang berkait dengan kepentingan anggota. Salah satu indikator utama keberhasilan kegiatan usaha tersebut adalah jika usaha anggota berkembang sejalan dengan perkembangan usaha koperasi. Oleh sebab itu jenis usaha koperasi tidak dapat diseragamkan untuk setiap koperasi, sebagaimana tidak dapat diseragamkannya pandangan mengenai kondisi masyarakat yang menjadi anggota koperasi.
     Biaya transaksi yang ditimbulkan apabila anggota menggunakan koperasi dalam melakukan kegiatan usahanya juga perlu lebih kecil jika dibandingkan dengan tanpa koperasi. Hal ini akan menjadi penentu apakah keberadaan koperasi dan keanggotaan koperasi memang memberikan manfaat bisnis. Jika biaya transaksi tersebut memang dapat menjadi insentif bagi keanggotaan koperasi maka produktivitas modal koperasi akan lebih besar dibandingkan lembaga lain. Langkah selanjutnya yang perlu dikembangkan oleh suatu koperasi adalah agar hasil produktivitas tersebut dapat dipertahankan dalam sistem koperasi. Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan lemahnya lembaga koperasi adalah karena nilai lebih dari perputaran modal dalam “sistem” koperasi ternyata lebih banyak diterima oleh lembaga-lembaga diluar koperasi dan anggotanya. Hal ini memang merupakan salah satu catatan penting yang harus diperhatikan sebagai akibat dari sistem perbankan yang sentralistik seperti yang dianut saat ini.
     Jika koperasi memang telah menyadari pentingnya keterkaitan usaha antara usaha koperasi itu sendiri dengan usaha anggotanya, maka salah satu strategi dasar yang harus dikembangkan oleh koperasi adalah untuk mengembangan kegiatan usaha anggota dan koperasi dalam satu kesatuan pengelolaan. Hal ini akan berimplikasi pada berbagai indikator keberhasilan usaha koperasi, dimana faktor keberhasilan usaha anggota harus menjadi salah satu indikator utama.
6. Keberadaan koperasi akan sangat ditentukan oleh kesesuaian faktor-faktor tersebut dengan karakteristik masyarakat atau anggotanya.
     Jika dilihat dari kondisi sosial masyarakat Indonesia saat ini, maka dapat dihipotesakan bahwa koperasi dapat tumbuh, berkembang, dan sekaligus juga berperan dan bermanfaat bagi masyarakat yang tengah berkembang dari suatu tradisional dengan ikatan sosiologis yang kuat melalui hubungan emosional primer ke arah masyarakat yang lebih heterogen dan semakin terlibat dengan sistem pasar dan kapital dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, atau yang juga dikenal dengan komunitas ‘bazar-ekonomi’. Artinya koperasi tidak diharapkan dapat sangat berkembang pada masyarakat yang masih sangat tradisional, subsisten, dan relatif ‘tertutup’ dari dinamika sistem pasar; atau juga pada komunitas yang telah menajdi sangat individualis, dan berorientasi kapital. Dengan perkataan lain, koperasi tidak diharapkan dapat berkembang optimal disemua bentuk komunitas.
     Sebagai bagian dari identifikasi berbagai faktor fundamental tersebut maka perlu disadari bahwa pemenuhan faktor-faktor tersebut memang dapat bersifat ‘trade-off’ dengan pertimbangan kinerja jangka pendek suatu organisasi usaha konvensional. Proses yang dilakukan dalam pengembangan koperasi memang membutuhkan waktu yang lebih lama dengan berbagai faktor “non-bisnis” yang kuat pengaruhnya. Dengan demikian pemenuhan berbagai faktor fundamental tersebut dapat menyebabkan indikator kinerja lain, seperti pertumbuhan bisnis jangka pendek, harus dikorbankan demi untuk memperoleh kepentingan yang lebih mendasar dalam jangka panjang.
 “Seharusnya koperasi diberi kesempatan mengelola bisnis yang berhubungan dengan rakyat seperti sembako,pupuk,bibit, dan lainnya. Bukan sebaliknya dikuasai perorangan,” ujar Wawan di Kota Bandung, kemarin. Menurut dia, kegagalan koperasi tak lepas dari keseriusan pemerintah pusat mengembangkan koperasi, baik regulasi maupun pendanaan. “Kadang antara kebijakan pusat dan daerah tumpang tindih,termasuk kebijakan memberikan dana bagi koperasi.

Itu kurang baik bagi pertumbuhan koperasi,” jelasnya. Saat ini Kementerian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) mulai menyusun master plan untuk menggenjot bisnis koperasi di Indonesia. Menurut Sekretaris Kementerian KUKM Guritno Kusumo,dalam 3-4 bulan ke depan master plan tersebut diharapkan selesai dan menghasilkan solusi bagi perkembangan koperasi di Indonesia.
“Solusinya bisa berupa pembekuan atau mengaktifkan kembali koperasi yang sudah mati.Tapi, kita akan lihat kasus per kasus berdasarkan masalah yang dihadapi koperasi bersangkutan. Jangan sampai koperasi yang punya utang besar dibekukan,”beber Guritno. Sampai 2011, koperasi di Indonesia mencapai 177.912 unit dengan jumlah terbanyak ada di Jabar,Jatim,dan Jateng.
Dari jumlah tersebut, 27% koperasi dinyatakan tidak aktif. Sementara untuk menyehatkan koperasi, Kementerian KUKM telah menyiapkan dana sebesar Rp700 miliar dari total anggaran Rp1 triliun pada tahun ini. 

Referensi :
  • http://www.masbied.com/search/fungsi-koperasi-adalah-alat-perjuangan-ekonomi-untuk-mempertinggi-kesejahteraan-rakyat
  • http://www.smecda.com/deputi7/file_makalah/PAS.SURUT.PERK.KOPERASI-Yog.htm
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi#cite_note-hendar-3
  • http://www.crayonpedia.org/mw/KOPERASI_DALAM_PEREKONOMIAN_INDONESIA_4.2_RETNO_HENY_PUJIATI
  • http://www.ekonomirakyat.org/edisi_4/artikel_4.htm
  • http://www.pusaka.info/artikel/35-memahami-hukum-koperasi-indonesia.html
  • http://ahmadheryawan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=11391:koperasi-indonesia-diprediksi-sulit-berkembang&catid=42:ekonomi-bisnis&Itemid=67
  • http://www.rripalu.com/?q=content/koperasi-sulit-berkembang-apa-hambatannya
  • http://www.formasi-indonesia.or.id/forum.php?halaman=detail&id=10


Jawaban dari pertanyaan mengenai perkembangan koperasi…!!!

Koperasi Indonesia Saat Ini


Koperasi di Indonesia, menurut UU tahun 1992, didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.Di Indonesia, prinsip koperasi telah dicantumkan dalam UU No. 12 Tahun 1967 dan UU No. 25 Tahun 1992. Prinsip koperasi di Indonesia kurang lebih sama dengan prinsip yang diakui dunia internasional dengan adanya sedikit perbedaan, yaitu adanya penjelasan mengenai SHU (Sisa Hasil Usaha).
Di negara berkembang koperasi dirasa perlu dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara berkembang, begitu pula Indonesia.
Analogi sederhana yang dikembangkan adalah jika koperasi lebih berdaya, maka kegiatan produksi dan konsumsi yang jika dikerjakan sendiri-sendiri tidak akan berhasil, maka melalui koperasi yang telah mendapatkan mandat dari anggota-anggotanya hal tersebut dapat dilakukan dengan lebih berhasil. Dengan kata lain, kepentingan ekonomi rakyat, terutama kelompok masyarakat yang berada pada aras ekonomi kelas bawah (misalnya petani, nelayan, pedagang kaki lima) akan relatif lebih mudah diperjuangkan kepentingan ekonominya melalui wadah koperasi. Inilah sesungguhnya yang menjadi latar belakang pentingnya pemberdayaan koperasi.
Ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu :
  • Program pembangunan secara sektoral seperti koperasi pertanian, koperasi desa,   KUD
  • Lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsionalainnya; dan
  • Perusahaan baik milik negara maupun swasta dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat semestinya.

Pada dasarnya koperasi berfungsi sebagai alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat. Untuk menyempurnakan fungsi tersebut, suatu lembaga pelaksana koperasi harus memilki pengelolaan yang efektif.
Saat ini masalah yang masih di hadapi koperasi dan bisa menghambat perkembangan koperasi di Indonesia menjadi problematika. Pengelolaan koperasi yang kurang efektif, baik dari segi manajemen maupun keuangan menjadi salah satu kendala berkembangnya koperasi.
Berikut adalah beberapa kendala pokok yang dihadapi oleh koperasi di Indonesia :
  1.   Permodalan

Kurang berkembangnya koperasi juga berkaitan sekali dengan kondisi modal keuangan badan usaha tersebut. Kendala modal itu bisa jadi karena kurang adanya dukungan modal yang kuat dan dalam atau bahkan sebaliknya terlalu tergantungnya modal dan sumber koperasi itu sendiri. Jadi untuk keluar dari masalah tersebut harus dilakukan melalui terobosan structural, maksudnya dilakukannya restrukturasi dalam penguasaan factor produksi, khususnya permodalan.

     2.  Sumber Daya Manusia


Banyak anggota, pengurus maupun pengelola koperasi kurang bisa mendukung jalannya koperasi. Dengan kondisi seperti ini maka koperasi berjalan dengan tidak profesional dalam artian tidak dijalankan sesuai dengan kaidah sebagimana usaha lainnya.
Dari sisi keanggotaan, sering kali pendirian koperasi itu didasarkan pada dorongan yang dipaksakan oleh pemerintah. Akibatnya pendirian koperasi didasarkan bukan dari bawah melainkan dari atas. Pengurus yang dipilih dalam rapat anggota seringkali dipilih berdasarkan status sosial dalam masyarakat itu sendiri. Dengan demikian pengelolaan koperasi dijalankan dengan kurang adanya control yang ketat dari para anggotanya.
Pengelola ynag ditunjuk oleh pengurus seringkali diambil dari kalangan yang kurang profesional. Sering kali pengelola yang diambil bukan dari yang berpengalaman baik dari sisi akademis maupun penerapan dalam wirausaha.
     3.  Manajerial
Manajemen koperasi harus diarahkan pada orientasi strategik dan gerakan koperasi harus memiliki manusia-manusia yang mampu menghimpun dan memobilisasikan berbagai sumber daya yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang usaha. Oleh karena itu koperasi harus teliti dalam memilih pengurus maupun pengelola agar badan usaha yang didirikan akan berkembang dengan baik.
Ketidak profesionalan manajemen koperasi banyak terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. contohnya banyak terjadi pada KUD yang nota bene di daerah terpencil. Banyak sekali KUD yang bangkrut karena manajemenya kurang profesional baik itu dalam sistem kelola usahanya, dari segi sumberdaya manusianya maupun finansialnya. Banyak terjadi KUD yang hanya menjadi tempat bagi pengurusnya yang korupsi akan dana bantuan dari pemerintah yang banyak mengucur.

Selain ketiga kendala pokok tersebut, hal lain yang dapat menjadi hambatan dalam pembentukan koperasi yang efektif di Indonesia adalah sebagai berikut.

  •      Image koperasi sebagai ekonomi kelas dua masih tertanam dalam benak orang – orang Indonesia sehingga, menjadi sedikit penghambat dalam pengembangan koperasi menjadi unit ekonomi yang lebih besar ,maju dan punya daya saing dengan perusahaan – perusahaan besar.
  •       Perkembangan koperasi di Indonesia yang dimulai dari atas (top down) ,artinya koperasi berkembang di indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul dari dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke bawah. Berbeda dengan yang di luar negeri, koperasi terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat untuk saling membantu memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan yang merupakan tujuan koperasi itu sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja. Di Indonesia, pemerintah bekerja double selain mendukung juga harus mensosialisasikanya dulu ke bawah sehingga rakyat menjadi mengerti akan manfaat dan tujuan dari koperasi.
  •      Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk melayani konsumen seperti biasa, baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi dari koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem kepemilikanya. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen juga berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi kemajuan koperasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus, karena tanpa partisipasi anggota tidak ada kontrol dari anggota nya sendiri terhadap pengurus.

Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga menjadi alasan kuat mengapa koperasi Indonesia tidak maju maju. Koperasi banyak dibantu pemerintah lewat dana dana segar tanpa ada pengawasan terhadap bantuan tersebut. Sifat bantuanya pun tidak wajib dikembalikan. Tentu saja ini menjadi bantuan yang tidak mendidik, koperasi menjadi ”manja” dan tidak mandiri hanya menunggu bantuan selanjutnya dari pemerintah. Selain merugikan pemerintah bantuan seperti ini pula akan menjadikan koperasi tidak bisa bersaing karena terus menerus menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan bantuan dengan sistem pengawasan nya yang baik, walaupun dananya bentuknya hibah yang tidak perlu dikembalikan. Dengan demikian akan membantu koperasi menjadi lebih profesional, mandiri dan mampu bersaing.
Kurangnya kesadaran masyarakat akan kebutuhannya untuk memperbaiki diri, meningkatkan kesejahteraanya, atau mengembangkan diri secara mandiri. Padahal Kesadaran ini adalah pondasi utama bagi pendirian koperasi sebagai motivasi.
Kurangnya pengembangan kerjasama antar usaha koperasi.
Itulah penyebab-penyebab kenapa perkembangan koperasi di Indonesia belum maksimal. Tetapi analisis masalah tadi bukan lah yang utama, justru yang utama jika ingin koperasi maju adalah sebagai generasi penerus bangsa di masa depan tentunya kita harus berperan aktif dalam pengembangan koperasi di negeri ini. Salah satunya melalui keikutsertaan dalam koperasi, mempelajari dan mengetahui tentang perkoperasian secara lebih mendalam.

Referensi :







Ekonomi Kerakyatan Melalui Gerakan Koperasi Indonesia



Kemiskinan dalam kemerdekaan.....

Dalam alenia pertama pembukaan undang-undang dasar 1945 antara lain dinyatakan, “...maka penjajahan diatas dunia harus di hapuskan karna tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan.” Suatu hal yg menegaskan, tidak adanya ruang lagi untuk ‘penjajahan’ model apapun pada bangsa dan negara indonesia merdeka. Jadi ‘memerdekakan masyarakat kehidupan rakyat, baik secara jasmani dan rohani’ diupayakan dari awal perjalanan RI. Sejal awal, kemerdakaan bangsa indonesia dan pemerintah telah memberi perhatian yang cukup besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana termuat dalam alena keempat UUD 1945. Program-program pembangunan yang di laksanakan selalu memberikan perhatian pada upaya pengentasan kemiskinan. Karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kini 67 tahun sudah kemerdekaan yang diserahkan itu ternyata masih banyak lembaran kosong yang belum memjawabnya. Seolah untuk mengisi tiga poin bernama keterberlakangan, kemiskkinan dan kebodohan sangat susah dan ruwet bahkan kusut. Wajar kalau kita kerap kali mendengar kalau sebagian penduduk negri ini belum merasakan kemerdekaan. Tentunnya merdeka dalam hal kesejahterahan. Faktanya masih banyak terdapat puluhan bahkan ratusan juta orang indonesia yang terkekung dalam kemiskinan, sehingga jasmani dan rohani mereka belum merasakan yang namanya kemerdekaan yang sesungguhnya.
Kebutuhan pokok
Kemiskinan yang dimaksud adalah ketidak mampuan seseorang,orang-orang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan pokoknya seperti. Sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Baik yang pra-produktif, masa produktif dan pasca produktif. Mereka miskin bisa karena rendahnya pendidikan, tindakan pihak lain (termasuk kebijakan pemerintah) sehingga akses mereka untuk memenuhi kebutuhan tersebut sangat minim, disamping mungkin karena faktor-faktor pilihan, prilaku, kehidupan diri serta lingkungan mereka sehari-hari. Kalanggan nelayan kecil, buruh, petani garam, buruh tani, pedagang kaki lima, buruh pabrik, penggangur dan kaum terpinggirkan masih menggalami kondisi tersebut secara berkepanjangan. Sehingga tudingan bahwa pemerintah telah membiarkan kemiskinan mereka sulit ditampik. Kita ikut melanggengkan sistem yang menciptakan ketimpangan pendapat antara yang kaya dengan yang miskin
Kemiskinan tidak hanya dipedesaan tapi juga diperkotaan. Anak-anak jalanan dan penggemis berkeliaran. Rumah-rumah kumuh berderet di pinggiran sungai-sungai. Ini bisa dengan mudah di temui, tak jauh dari kemegahan dan banyaknya gedung-gedung tinggi besar seperti di Jakarta
Keluarga miskin sering dipenuhi persoalan bagaimana cara untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, ini kerap mencuatkan prilaku sosial yang menyimpang. Kadang ada pertanyaan jika miskin lantas berprilaku menyimpang.? Tak semuanya, dalam perspektif agama, banyak juga orang miskin yang tak meninggalkan ibadahnya,suka menolong dan bahagia dengan keadaannya. Ada juga orang yang diuji dengan kemiskinan lebih dekat dengan Tuhan dibandingankan apabila di uji dengan kekayaa.
 Dalam kesatuan penduduk indonesia, para warga miskin merupakan bagian dari sumber daya manusia (SDM) negri ini. SDM; daya, tenaga atau kekuatan yang bersumber dari manusia-manusia indonesia. Seberapa besar kekuatannya di tentukan oleh kualitasnya. Indikatornya, sebutlah antara lain berbudi luhur, disiplin, bertanggung jawab, cerdas berfikir, memiliki kopetensi, trampil, inovativ dan produktif serta bertsamina tinggi sehingga mampu bekarja keras, mandiri, tangguh menghadapi tantangan dan berorientasi kemasa depan
Kualitas SDM indonesia, menurut dari data human development indeks (2011), berada  pada peringkat 108 dari 152 negara di dunia. Cepat maju tidaknya indonesia sangat tergantung pada mutu SDM nya. SDM yang bermutu dapat berkontribusi memberikan nilai tmbah bagi kemajuan negri ini.
Era reformasi telah bergulir sejak 1998, namun sistem pembangungan yang kita jalankan masih belum berhasil untuk menyelesaikan masalah kemiskinan. Sudah banyak pengalaman yang kita peroleh dari penaggulangan kemiskinan yang telah di upayakan dari tahun ke tahun, sejak awal kemerdekaan RI. Tapi faktanya kemiskinan sebagian penduduk negri ini masih menjadi masalah. Wajar kalau banyak kritik dilontarkan bahkan ada yang meminta untuk dievaluasi sehingga merubah sistem perekonomian yang lebih manusiawi, tidak membiarkan adanya korupsi anngaran negara dan menyetop adanya ketimpangan pendapatan antara yang miskin dengan yang kaya serta tidak lagi menghalalkan disedotnya sebagian besar sumber daya alam (SDA) oleh pihak asing.
Evaluasi tersebut dimaksudkan untuk membuat program-program pengentasan kemiskinan yang benar- benar meningkatkan kemampuan dan memberikan akses yang lebih besar kepada warga miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka mengenai sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan atau selesaikan pengentasan kemiskinan dengan memberikan porsi keberpihakan pemerintah terhadap “koperasi” dengan sungguh-sungguh melakukan revitalitas yang seperti di ungkapkan oleh Presiden SBY pada puncak hari koperasi 12 juli lalu. Dengan jumlah sekitar 182 ribu koperasi dan anggota sekitar 30 juta, akan sangat berdampak positif pada penyerapan tenaga kerja . demikian juga dengan jumlah UMKM yang mencapai 52.6 juta juga sangat potensial untuk menggentasan kemiskinan dari bumi indonesia. Dengan komitmem yang kuat tidak ada yang tidak mungkin bagi bangsa ini untuk keluar  dari belengu kemiskinan.
Berdayakan koperasi
Semestinya jika pemerimtah mau memprioritaskan beberapa elemem yang bersentuhan langsung dengan masyarakat menengah ke bawah misalnya koperasi tidak terlalu sulit untuk menekan angka kemiskinan yang labih besar dari standar satu juta per tahun. Sayangnya sejak awal pemerintah tidak konsisten membangun koperasi sesuai dengan jati dirinya. Sebagai badan usaha milik bersama yang dibangun oleh, dari dan untuk anggotanya/masyarakat, serta dikelola secara demokratis bebas dari intervensi.
Kalau itu dilakukan masalah kemiskinan dan pengangguran dapat diatasi sehingga kemakmuran bersama dapat di wujudkan. Bahkan kesalahan terbesar selama ini adalah pemerintah menempatkan koperasi dalam posisi politis, bukan dalam posisi ekonomis yang berjiwa sosial. Parahnya lagi menurut pengamat perkoperasian Dr. Suandi ‘’koperasi hanya dijadikan pelengkap penderita dalam dinamika pelaku usaha ekonomi nasional, karena peran swasta dan badan usaha negara lebih di beri porsi yang besar di bandingkan dengan koperasi.
Menurutnya koperasi pasti dapat mejawab untuk mengentaskan kemiskinan dan memperluas lapangan kerja, apabila di bangun dalam masyarakat yang telah disadarkan motif ekomoni kebersamaan dan kekeluargaan, melalui sosialisasi dan pendidikan perkoperasian yang sistematis, akan membuat mereka dapat mengelola koperasi secara demokratis yang penuh dalam kreatifitas menggali sosial ekonominya. Sementara itu pemerintah hanya sebagai regulator dan fasilitator.
Pengamat perkoperasian dari UGM Revisson Baswier juga berpendapat jika koperasi di berikan kesempatan untuk memperoleh sumber daya ekonomi yang jelas dan difasilitasi permodalannya serta di dampingi dengan pembimbing teknis usaha sesuai dengan filosofi koperasi, maka tidak mustahil koperasi akan mampu menjadi badan usaha milik anggotanya yang mampu mensejahterahkan mereka. Dengan bimbingan teknis usaha dan pendidikan anggota yang benar sebagai pemilik dan pengguna jasa koperai, maka usaha koperasi dapat berkembang, keuntungan yang di peroleh akan besar, distribusi sisa hasil usaha yang sebanding dengan partisipasi anggotanya juga besar, dan pendapatan anggotanya juga akan meningkat.
Dalam perspektif tersebut, kemajuan usaha atau lembaga akan membuka kesempatan kerja di lingkungan badan usaha tersebut. Logika ekonomi sederhananya, jika terjadi peningkatan kinerja dari 186.907 unit koperasi sesuai yang di laporkan menteri koperasi dan ukm. Andai setiap koperasi masing-masing dapat membuka 10 orang lapangan pekerjaan setiap tahunnya, maka akan menyerap sebanyak 1,8 juta orang per tahunya. Sehingga keberadaan koperassi dapat mejadi motor ekomoni masyarakat dan dapat menggurangi kemiskinan serta mambuka banyak lapanggan pekejaan di lingkungannya
Sayangnya kondisi ril koperasi tidak segagah dalam rangka yang setiap tahun jumlahnya terus meningkat pesat. Misalnya jika pada 2011 sekitar 177 ribu unit koperasi naik menjadi 186 ribu unit pada 2012 ini. Wajar jika potensi  besar yang ada pada koperasi masih menjadi harapan semua pihak, tak terkecuali orang nomer satu di negeri ini pun berharap koperasi mampu menjadi sarana yang ampuh untuk pemberantasan kemiskinan di negeri ini. Pertanyaannya jika semua hanya berharap tak ada action maksimal dan kongkrit koperasi selamanya akan sulit berperan sesuai dengan cita-cita nya.
Perlu langkah kongkret atasi kemiskinan dan koperasi mampu menjawabnya.
Kita sebenarnya pantas ngiri dengan negara lain sesama negara berkembang, karena mereka mampu meningkatkan kesejahterahan rakyatnya dengan meningkatkan dan memperluas lapangan pekerjaan, termasuk di negara-negara di asean. Persoalannya disana memeng telah memiliki jumlah wirausaha di atas batas minimal yakni 2 persen dari jumlah penduduknya. Misalnya Malaysia 2,1% wirausaha dari totoljumlah penduduknya, Singgapura 4,2%, ThialaInnd 4,2%, Korea Selatan 4,0% dan Amirika Serikat 11,5%.
Mentri Koperasi dan Ukm Syariefuddin Hasan pernah menggatakan setiap pertumbuhan ekomomi satu persen (1%) akan menyerap tenaga kerja 1,3 juta orang. Sebenarnya Indonesia yang seperti di input BPS dan Kementrian Koperasi dan UKM telah memiliki para pelaku usaha kecil, mikro,meneggah dan koperasi (UMKMK) yang jumlahnya cukup besar. Yakni mecapai 52 juta lebih, jika satu usaha mempekerjakan satu orang saja, maka akan menyerap 52 juta lapangan pekerjaan, apalagi jika lebih dari satu maka, akan terjadi kelipatanya. Demikian juga dengan Koperasi, juga cukup banyak mencapai 186 ribu unit, kalau 50% nya saja yang maju, maka akan menyerap lapangan kerja dalam jumlah yang besar. Artinya jumlah penduduk yang sekitar 230-an juta jiwa semua usia produktif dapat tertampung.
Kemudian BPS juga menyebutkan, UMKMK menyerap tenaga kerja mencapai 85,42 juta orang atau 99,18%. Usaha besar menyerap tenaga kerja 3.38 juta orang atau 0,82%. Itu artinya, mereka yang tertampung di lapangan pekerjaan di sektor UMKMK dan usaha besar sekitar 88,80 juta orang. Berarti masih ada di luar dari sektor tersebt 131,20 juta orang. Sisanya bekerja di sektor pertanian, BUMN, dan PNS,TNI/Polri. Sisanya adalah pelajar/usia sekolah, balita dan usia lanjut.
Kemudiaan pengganguran sesuai dengan data BPS mencapai 9,4 juta orang, tenttu nya jumlah tersebut untuk indonesia termasuk kecil di bandingkan dengan negara-negara Asean laiinya. Artinya siapapun orang yang di usia produktif pasti tidak mau menganggur, tapi apa bolrh buat kesempatan untuk bekerja sampai saat ini masih terbatas.
Yang jelas adanya perkembangan ekonomi baik di sektor Koperasi maupun di sektor UKM dapar berperan aktif dalam memberikan kesejahterahan bagi masyarakat yang terlibat di dalamnya termasuk pada negara. Seperti sektor UMKMK memberikan kontribusi PDB sebesar Rp 1.032,57 triliun atau 55,92%.
Tentunya sektor Koperasi jika diberikan kesempatan penuh dan mendapatkan kesempatan yang sama dengan pelaku ekonomi lainnya, maka Koperasi akan mampu menjawab semua tantangan dan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.
Koperasi dan ukm mampu entaskan kemiskin
Sudah saatnya kita mengakhira imaj negatif pada koperasi sebagai lembaga pemburu fasilitas pemerintah. Meskipun masih ada, tetapi pergerakan kearah modernitas dan menerapkan menejamen profesioal telah di lakukan
Pada 12 juli lalu, masyarakar yang hadir di istora lega. Lantaran pidato priseden Susilo Bambang Yodhoyono (SBY) menilai bahwa keberadaan koprasi adalah positif bahkan dianggap vital. Presiden menyebut kata koperasi sebagai lembaga yang harus di bangun dan kepudulin semua pihak. Dengan pernyatan tersebut koperasiwan gembira. Dengan demikian pemerintah akan terus memberikan perhatian yang besar.
Presiden diantaranya menegaskan ditengah gencarnya arus globalisasi keberadaan ekonomi lokal sebagai pengembangan dasar ekonomi kreatif perlu digerakan untuk menyainginya. Sehinga pemeratan dalam bidang ekonomi dapat tercipta  antara koperasi dan kalangan pengusaha, dapat mengentaskan kemiskinan dan pengganguran
“jangan sampai kemiskinan berada dimana-mana kita harus mengadakan gerakan yang sebaiknya yaitu go local . dalam arti mari kita bangun dari tingkat pedesaan sampai kota, mari kita hidupkan koperasi, usaha kecil dan menegah di seluruh tanah air. Sehingga bisnis dapat berjalan dengan efektif bila dijalankan dengan benar dan sesuau aturan.” Papar presiden SBY di depan ribuan penggerak koperasi
Presiden optimis meski dunia tengah di landa krisis, Indonesia dapat bertahan karna pempunyai kekuatan yang besar dari koperasi da UMKM. Presiden meminta gerakan koperasi dapat meningkatkan perannya dalam perekonomian nasional. ‘’peran pemerintah dalam mewujudkan hal itu di tandai dengan memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi gerakan koperasi. Sehingga koperasi dapat mondominasi ditengah pemilik asing yang kuat dan tidak membawa keadilan bagi rakyat” tegasnya lagi.
Intinya membangun koperasi membutuhkan komitmen yang kuat darimpemerintah, hal ini pun telah dilakukan oleh negara-negara lain. Tak terkecuali negara penganut paham kapitalis seperti AS, tetap melakukan proteksi terhadap kehidupan koperasi. Demikian juga di negara-negara skandinavia, ikilm kopeerasi sangat produktif sehingga meraka sangat mampu meyejahterakan para anggotanya dan memberikan kontribusi besar bagi kemakmuran bangsanya
Demikian di Indonesia, tinggal mau atau tidak meniru langkah mereka yang telah nyata. Apalagi jumlah koperasi di Indonesia sesuai data kementrian koperasi dan ukm setiap tahun mengalami perkembangan yang pesat jika pada 2010 masih 177 ribu unit koperasi maka pada 2011 membengkak menjadi 186 ribu unit koperasi bukti penambahannya terlihat jelas, menggingat per 31 desember 2008 jumlahnya baru mencapai 151 ribu unit. Hanya saja di perkirakan yang tidak aktif sebanyak sekitar 46 ribu unit dan yang aktif sekitar 106 ribu unit. Seiring pertumbuhan jumlah tersebut bertambah pula yang aktif, sehingga masih berpotansi besar untuk memberikan kontribusi terhadap perbaikan hidup bangsa
Tak di pungkiri perhatian pemerintah sejak era reformasi bergulir upaya telah dilakukan untuk membantu dan membina perkembangan mereka. Komitmen itu minimalnya di biktikan dengan menerbitkan beberapa program perkuatan permodalan bagi koperasi dan UKM.seperti program dana bergulir sejak tahun 2000. Berkaitan dengan pembinan untuk meningkatkan kinerja koperasi telah dan akan terus melakukan pelatihan-pelatihan dan penyusunan kebijakan yang lebih berpihak.
Berdirinya gedung pameran SME Tower yang sebulumnya bernama Small Medium Enterprises and cooperative (Smesco), juga merupakan salah satu bentuk perhatian pemerintah untuk membantu pemasaran produk hasil koperasi dan UKM. Gedung setinggi 17 lantai itu di dalamnya terdapat fasilitas display atau tempat panjang produk unggulan, sarana konvensi, peluncuran merk, tempat pertunjukan seni budaya, tempat peragaan busana dan gerai pendukung koperasi dan bisnis usaha kecil menegah
Jumlah pelaku usaha UMKM memeng cukup besar sehingga jika benar-benar dibina dan di berdayakan persoalan pengangguran dan kemiskinan tidak terlampau sulit. BPS telah mendata, julah UMKM tahun 2008 sebanyak 51,26 juta unit usaha. Komposisinya, usaha mikro 50,70 (89,90%), usaha kecil 520,22 ribu (1,01%) dan usaha menegah 39,66 ribu (0,08%)
Dalam penterapan tenaga kerja UMKM menyerap 77,68% dari total angkatan kerja yang bekerja. Kontribusi UMKM dan Produk Domestik Bruto (PDB) juga cukup signifikan yakni sebesar 54,44% dari total PDB. Dari data tersebut jelaslah menunjukan potensi UMKM sangat besar untuk menggerakan perekonomian rakyat
Demikian sesuai data dewan koperasi Indonesia (Dekopin) 2009, jumlah anggota koperasi mencapai 30 juta orang. Kalangan koperasi pun ditengarai semakin menunjukan sikap semangat kemandirian dalam melayani anggota. “ Dari jumlah tersebut, keberagaman enggota koperasi dapat dilihat tanpa adanya perbedaan. Mulai dari pedagang kaki lima, pemulung sampah, hinga sampai kalangan swasta dan pengusaha, keberadaan koperasi dapat dilhat.” Kata Adi Sasono Ketua Umum Dekopin saat itu.
Faktanya tidak sedikit yang memiliki kinerja yang bagus. Misalnya dari sisi omset koperasi yang berkatagori kecil saja sanggup meraup keuntungan Rp. 100 juta per tahun. Sedangkan koperasi yang memiliki omset sebesar Rp. 6,5 triliun dengan jumlah anggota mencapai 1,4 juta orang ada pada induk koperasi kredit, koperasi lain misalnya Kospin Jasa bahkan mencapai omset Rp. 70 milyar per hari atau Rp. 23 triliun per tahun. Dekopin juga mencatat koperasi dengan jumlah anggota terbanyak adalah Induk Koperaasi Pertanian (Inkoptan) dengan 21 juta anggota. Juga Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) telah memiliki gedung berlantai 40 di bundaran semanggi Jakarta. Dengan demikian Koperasi memiliki kepastian untuk menjawab tekad menjadi tuan di negeri sendiri.
Koperasi dapat kembangkan kewirausahaan
Agar perekonomian Indonesia lebih maju, syaratnya harus terus mengembangkan kewirausahaan dan terus menigkatkan jumlah wirausaha (entrepreneur). Kpoerasi pun dituntut berperan lebih besar untuk itu. Demikian diantara kesipula pokok yang dikemukakan oleh para narasumber dalam talkshow di TVRI yang ditayangkan pada 12 Agustus 2011, bincang-bincang yang mengusung tema ‘pengembangan entrepreneur melalui koperasi’ menampilkan tiga narasumber. Ketua komisi IV DPR-RI Erlangga Hartanto, Deputi Bidang Penggembangan Sumber  Daya Manusia (SDM) Kementrian Koperasi dan UKM, Agus Muharam dan Shala Pangabean ketua KSP Nasari yang juga ketua forum KJK/KJKS.
Ketua komisi IV DPR mengisyaratkan keprihatinan kepada jumlah wirausaha yang ada di Indonesia sayang masih sangat sedikit yakni sebesar 0.24% dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 237,8 juta jiwa, ini berarti hanya sekitar 570.720 orang wirausaha (pengusaha). Ia juga mengisyaratkan rendahnya para wajib pajak yang membayar pajak.
Pada kesempatan terpisah Dirjen pajak Fuad Rahmany mengungkapkan dari jumlah penduduk Indonesia yang 237,8 juta jiwa, sekkitar 110 juta jiwa diantaranya sudah mempunyai pekerjaan. Dari jumlah tersebut 55 juta orang diantaranya berpotensi menjadi wajib pajak, namun yang memberikan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak baru sekitar 8,5 juta orang, tak sampai 20% dari potensi wajib pajak perorangan. Sedangkan jumlah badan usaha 22,3 juta (data BPS 2010) dan yang melaporkan SPT Badan hinga April 2011 baru 466 ribu, atau hanya 20% dari 1,7 juta dari badan usaha yang telah memiliki NPWP
Meskipun begita, kata Erlangga memeng perekonomian Indonesia sudah bisa berjalan. Namun jika jumlah wirausahanya jauh lebih banyak dan jumlah badan usaha yang taat bayar pajaknya lebih banyak, tentu akan semakin mudah untuk menggerakan perekonomian Indonesia menjadi lebih maju lagi.
Peran stategis koperasi
Idealnya jumlah wirausaha di suatu negara adalah 2% dari jumlah penduduknya, paling tidak Indonesia mempunyai sekitar 4,8 juta wirausaha. Itu sebabnya perlu banyak tampil wirausaha baru, kesempatan berusaha perlu di perluas dan koperasi harus mendukung lahirnya wirausaha-wirausaha baru di daerah-daerah.
Kalau mereka tangguh dalam berusaha, akan meningkatkan peluang posisinya dari pelaku usaha mikro menjadi pelaku usaha kecil, dan terus naik menjadi pelaku usaha menengah. Dari pelaku usaha yang tadinya bersifat informal, menjadi pelaku usaha yang bersifat formal.
Sementara itu kementrian Koperasi dan UKM telah menggencarkan program-program pelatihan kewirausahaan, diantaranya  untuk memotivasi tumbuhnya wirausaha baru yang kreatif dan inonatif, juga meningkatkan semangat serta jiwa kewirausaah masyarakat, khususnya pada para generasi muda agar menjadi wirausaha yang tangguh, mandiri dan berdaya saing. Dan tak kalang penting  mengajak dan mendorong generasi yang produktif merubah pola pikir dari mencari pekerjaan menjadi menciptakan lapangan pekerjaan. Pelatihan kewirausaahan itu merupakan suatu lagkah Kementrian UKM dan Koperasi dalam mendukung pentingya kesejahterahan rakyat dan menekan kemiskinan di masyarakat.
Besarnya peran koperasi dalam mendukung meningkatkan jumlah wirausaha, misalnya koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam, koperasi ini pun tidak  pelakuhanya berperan mengembangkan aspek-aspek ke-SDM_annya, tetapi juga menyedikan akses permodalan bagi usaha meraka.
Hal ini di buktikan dari, meskipun anggotanya pensiunan, tetapi banyak di antara mereka yang masih  produktif dan terjun ke dunia usaha dengan memenfaatkan akses permodalan dengan bunga kompetitif. Seperti yang dilakukan oleh KSP Nasari,  KSP Nasari telah menyalurakn kredit produktif ke sekitar 70 ribu usaha di sekitar 300 kota/kabupaten di Tanah Air, dengan total pembiayaan sekitar 700 milyar.
Koperasi serba usaha dan koperasi simpan pinjam (kredit) lainy, seperti koperasi Guru Jakarta. Kospin Jasa dan Kopdit Langtangtipo juga telah melakukan hal yang sama. Koperasi juga dapat berperan mengatasi permasalahan soft skill (kemampuan) para wirausaha baru. Koperasi harus menjawab semua tantangan dan menjadi solusi dari segala pencetakan wirausaha baru.

Referensi :
  • Majalah Info KUKM
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi
  • http://www.crayonpedia.org/mw/KOPERASI_DALAM_PEREKONOMIAN_INDONESIA_4.2_RETNO_HENY_PUJIATI
  •  http://www.smecda.com/deputi7/file_makalah/PAS.SURUT.PERK.KOPERASI-Yog.htm




Koperasi Menghadapi Era Globalisasi


Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis,  ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.
Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi dan komunikasi sangat penting, yang dapat menyebabkan terjadinya penipisan batas-batas antar negara ataupun antar daerah di suatu wilayah.
Era globalisasi membuka peluang sekaligus tantangan bagi pengusaha Indonesia termasuk usaha kecil, karena pada era ini daya saing produk sangat tinggi, live cycle product relatif pendek mengikuti trend pasar, dan kemampuan inovasi produk relatif cepat. Ditinjau dari sisi ekspor, liberalisasi berdampak positif terhadap produk tekstil/pakaian jadi , akan tetapi kurang menguntungkan sektor pertanian khususnya produk makanan.
Kinerja ekspor UKM lebih kecil dibandingkan dengan negara tetangga seperti malaysia, Filipina dan UKM, baik dalam hal nilai ekspor maupun dalam hal diversifikasi produk. Ini menunjukkan ekspor produk UKM Iebih terkonsentrasi pada produk tradisional yang memiliki keunggulan komparatif seperti pakaian jadi, meubel.
Mengingat ketatnya persaingan yang dihadapi produk ekspor Indonesia termasuk UKM, maka Indonesia mengambil langkah-langkah strategis, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Langkah-langkah strategis jangka panjang diantaranya diarahkan untuk mengembangkan sumber daya manusia, teknologi dan jaringan bisnis secara global. Sedangkan langkah-langkah strategis jangka pendek diantaranya, melakukan diversifikasi produk, menjalin kerjasama dengan pemerintah dan perusahaan besar, produksi, memperkuat akses ke sumber-sumber informasi dan perbaikan mutu.
Koperasi di Era Globalisasi, Keberadaan beberapa koperasi telah dirasakan peran dan manfaatnya bagi masyarakat, walaupun derajat dan intensitasnya berbeda. Setidaknya terdapat tiga tingkat bentuk eksistensi koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) :
Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi penyediakan pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya akibat adanya hambatan peraturan.
Peran koperasi ini juga terjadi jika pelanggan memang tidak memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari bentuk lembaga lain. Hal ini dapat dilihat pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam menyediaan dana yang relatif mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh dana dari bank. Juga dapat dilihat pada beberapa daerah yang dimana aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati pelayanan dari lembaga selain koperasi yang berada di wilayahnya.
Kedua, koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan anggota (atau juga bukan anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang telah berada pada kondisi ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang lebih tinggi dilihat dari perannya bagi masyarakat. Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan usaha tertentu diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran yang memang lebih baik dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian pula dengan Koperasi Kredit.
Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memilki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut. Sebagai ilustrasi, saat kondisi perbankan menjadi tidak menentu dengan tingkat bunga yang sangat tinggi, loyalitas anggota Kopdit membuat anggota tersebut tidak memindahkan dana yang ada di koperasi ke bank. Pertimbangannya adalah bahwa keterkaitan dengan Kopdit telah berjalan lama, telah diketahui kemampuannya melayani, merupakan organisasi ‘milik’ anggota, dan ketidak-pastian dari dayatarik bunga bank. Berdasarkan ketiga kondisi diatas, maka wujud peran yang diharapkan sebenarnya adalah agar koperasi dapat menjadi organisasi milik anggota sekaligus mampu menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain.
Jadi jelas terlihat bahwa Koperasi Indonesia masih sangat penting walaupun harus menghadapi era globalisasi dimana semakin banyak pesaing ekonomi yang bermunculan dari luar negeri dan walaupun seperti itu, Koperasi masih sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, selalu berusaha mensejahterakan rakyat Indonesia. Seperti kata Presiden SBY
   "Membangun ekonomi Indonesia dan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat tidak bisa hanya mengikuti model ekonomi negara lain. Yang bisa akhirnya menggangkat taraf hidup 240 juta di seluruh tanah air dari sabang sampai merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote adalah ekonomi rakyat "
Jadi,koperasi tidak harus hilang berbaur atau mengikuti trend negara lain dan masih dapat berdiri dan menjalankan fungsi-fungsinnya selama ini.
Prospek Koperasi Menghadapi Globalisasi
Tantangan Globalisasi. Ciri-ciri globalisasi ditandai dengan adanya pergerakan barang, modal dan uang dengan bebas dan perlakuan terhadap pelaku ekonomi sendiri dan asing (luar negeri) sama. Sehingga era globalisasi sering menjadi dilema bagi masyarakat, pemerintah dan dunia usaha. Kita tidak bisa membendung dan menahan bergulirnya globalisasi di tengah-tengah masyarakat, yang bisa kita lakukan adalah mengantisipasi dan mempersiapkan diri terhadap tantangan globalisasi. Para pelaku usaha khususnya koperasi dan UMKM harus mampu bersikap reaktif dan antisipatif menghadapi globalisasi ekonomi. Bukan mengeluh dan berteriak bahwa kita belum siap menghadapi globalisasi tanpa ada usaha dan kerja keras. Berteriak dan mengeluh bukan merupakan jalan keluar dari ancaman globalisasi. Kontroversipun muncul di kalangan akademisi, pengamat dan para pelaku bisnis. Ada yang berteriak lantang, bahwa kita belum siap menghadapi perdagangan bebas dengan Cina (ACFTA), namun anehnya setelah ditelusuri siapa yang berteriak lantang? Rupanya berasal dari pengamat bukan pelaku bisnis. Kalau ada pelaku bisnis yang berteriak belum siap, bisa jadi mereka adalah pelaku bisnis yang mengemplang pajak.  Cukup kita sadari bahwa globalisasi ekonomi sekalipun telah menjadi sistem yang mendunia, tetapi tetap saja berada dalam ranah yang penuh kontroversi. Di satu sisi globalisasi mempunyai dampak positif di antara aktor-aktor ekonomi dunia. Mereka meyakini bahwa pasar terbuka, arus modal tanpa pembatas, akan memaksimalkan efisiensi dan efektifitas ekonomi demi terwujudnya kesejahteraan untuk semua. Sebaliknya di sisi lain kelompok anti globalisasi meyakini bahwa liberalisasi ekonomi hanya akan menguntungkan yang kuat dan melumpuhkan yang lemah, menciptakan kebangkrutan dan ketergantungan struktural negara berkembang atas negara maju.
Untuk itu globalisasi ekonomi haruslah disikapi dengan kritis, hati-hati, dan penuh perhitungan. Seperti misalnya dampak perdagangan Indonesia dengan Cina pasca ditetapkannya ACFTA, apakah membawa nikmat dan berkah atau membawa sengsara. Atau sengsara membawa nikmat. Membanjirnya produk dari Cina di Indonesia, di satu sisi bisa menjadi pemicu bangkitnya UMKM di negeri kita untuk meningkatkan daya saing produksinya. Namun di sisi lain murahnya produk dari Cina menguntungkan konsumen di negeri kita yang memiliki kemampuan daya beli terbatas karena berpendapatan rendah.
Koperasi Juru Selamat
Saat keterpurukan perekonomian pasar yang menghasilkan pengangguran dan kemiskinan besar-besaran di negeri ini, koperasi telah tampil sebagai juru selamat bagi mereka yang terpinggirkan dari perekenomian kapitalistik. Sekarang ini, koperasi telah menjadi sumber penghidupan bagi 91,25 juta orang yang sebagian besar ada di pedesaan, sedangkan usaha besar hanya mampu menyerap 2,52 juta orang. Pengalaman ini tentu menjadi pembelajaran berharga bagi pemerintah bahwa sektor usaha koperasi dan UMKM menjadi soko guru dan urat nadi perekonomian di negeri kita. Untuk itu kita tidak berharap, era globalisasi menjadikan negeri kita semakin terpuruk yang disebabkan salah strategi dalam mengelola pembangunan ekonomi dan politik. Reformasi yang perlu digulirkan tidak saja reformasi politik, tetapi yang lebih penting lagi adalah reformasi bidang ekonomi dan keuangan. Sektor usaha kecil dan koperasi mesti harus menjadi prioritas utama pemerintah dalam membangun ekonomi bangsa menuju era globalisasi dengan beberapa strategi.
Pertama, perlu adanya perubahan dan pengembangan cara pandang dalam pengelolaan koperasi. Dengan demikian, diharapkan koperasi memiliki daya saing dan sekaligus menjadi daya tarik bagi anggota maupun masyarakat. Untuk meningkatkan daya saing, paling tidak ada lima (5) prasyarat utama, yakni mereka memiliki sepenuhnya pendidikan, modal, teknologi, informasi, dan input krusial lainnya. Pengembangan koperasi di Indonesia selama ini masih pada tataran konsep yang sangat sulit untuk diimplementasikan. Semakin banyak koperasi yang tumbuh semakin banyak pula yang tidak aktif. Semakin banyak koperasi yang sukses diikuti pula banyak koperasi yang gagal dan bangkrut disebabkan karena ketidaksiapan sumber daya manusianya.
Kedua, koperasi tidak mungkin tumbuh dan berkembang dengan berpegang pada tata kelola yang tradisonal dan tidak berorientasi pada kebutuhan pasar. Koperasi perlu diarahkan pada prinsip pengelolaan secara modern dan aplikatif terhadap perkembangan zaman dan tantangan yang semakin global. Untuk itu perbaikan terhadap masalah pengelolaan manajemen dan organisasi perlu terus dilakukan.
Ketiga, lingkungan internal UMKM dan koperasi harus diperbaiki, yang mencakup aspek kualitas SDM, terutama jiwa kewirausahaan (entrepreneurship), penguasaan pemanfaatan teknologi dan informasi, struktur organisasi, sistem manajemen, kultur/budaya bisnis, kekuatan modal dan jaringan bisnis dengan pihak luar. Di samping itu, lingkungan eksternal harus juga kondusif, yang terkait dengan kebijakan pemerintah, aspek hukum, kondisi persaingan pasar, kondisi ekonomi-sosial-kemasyarakatan, kondisi infrastruktur, tingkat pendidikan masyarakat, dan perubahan ekonomi global.
Keempat, kita semua harus bersepakat bahwa tujuan pendirian koperasi benar-benar untuk menyejahterakan anggotanya. Pembangunan kesadaran akan tujuan perlu dijabarkan dalam visi, misi dan program kerja yang sesuai, yang merupakan modal penting bagi pengelolaan koperasi secara profesional, amanah, dan akuntabel. Untuk itu strategi kerja sama antar koperasi maupun kerja sama dengan para pelaku lainnya dengan prinsip saling menguntungkan perlu dikembangkan, sehingga koperasi dan UMKM mampu menjadi the bigger is better dan small is beautiful.
Peluang Dan Tantangan Koperasi Di Era Globalisasi   
       Pada waktu krisis moneter dan ekonomi menghantam Indonesia, ternyata BUMS dan BUMN/BUMD banyak yang gulung tikar, meninggalkan hutang yang begitu besar. Usaha kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) yang biasanya dianggap tidak penting dan disepelekan justru sebagian besar dapat eksis dalam menghadapi badai krisis. Dengan demikian sector yang disebut belakangan (UKMK) dapat menjadi pengganjal untuk tidak terjadinya kebangkrutan perekonomian, bahkan sebaliknya dapat diharapkan sebagai motor penggerak roda perekonomian nasional untuk keluar dari krisis. Sebagai missal banyak peluang pasar yang semula tertutup sekarang menjadi terbuka. Contohnya, akibat mahalnya harga obat, yang sebagian besar masih diimpor, produsen jamu (ada membentuk koperasi) mendapat kesempatan memperlebar pasarnya dari pangsa yang lebih menyerupai “ceruk pasar” menuju kepada pasar yang lebih bermakna. Seandainya globalisasi benar-benar terwujud sesuai dengan sekenario terjadinya pasar bebas dan persaingan bebas, maka bukan berarti tamatlah riwayat koperasi. Peluang koperasi untuk tetap berperan dalam percaturan perekonomian nasional dan internasional terbuka lebar asalkan koperasi dapat berbenah diri menjadi salah satu pelaku ekonomi (badan usaha) yang kompetitif dibandingkan pelaku ekonomi lainnya. Tantangan untuk pengembangan masa depan memang relative berat, karena kalau tidak dilakukan pemberdayaan dalam koperasi dapat tergusur dalam percaturan persaingan yang makin intens dan mengglobal. Kalu kita lihat cirri-ciri globalisasi dimana pergerakkan barang, modal dan uang demikian bebas dan perlakuan terhadap pelaku ekonomi sendiri dan asing(luar negeri)sama, maka tidak ada alasan lagi bagi suatu Negara untuk menidurkan para pelaku ekonomi (termasuk koperasi)yang tidak efisien dan kompetitif.
Langkah-Langkah Antisipatif Koperasi Dalam Era Globalisasi
merasa percaya bahwa masa depan perekonomian global berada ditangan unit usaha yang kecil, otonom, namun padat teknologi. Dari kedua pendapat tersebut mendorong keyakinan kita bahwa sektor-sektor usaha kecil di Indonesia perlu diberi kesempatan untuk berperan lebih banyak. Oleh karena itu. paradigma pengembangan ekonomi rakyat layak diaplikasikan dalam tatanan praktis. Pendapat A.P.Y. Djogo (dalam Mubyarto, 1999) perlu dikemukakan yang menganalisis perbedaan antara "ekonomi rakyat" dan "ekonomi konglomerat" dengan kesimpulan bahwa, jika ekonomi konglomerat "sejak dari sananya" adalah "ekonomi pertumbuhan", maka ekonomi rakyat adalah "ekonomi pemerataan".Keistimewaan koperasi tidak dikenal adanya majikan dan buruh, serta tidak ada istilah pemegang saham mayoritas. Semua anggota berposisi sama, dengan hak suara sama.
Oleh karena itu, apabila aktivitas produksi yang dilakukan koperasi ternyata dapat memberi laba finansial, semua pihak akan turut menikmati laba tersebut. Untuk mengembangkan koperasi banyak hal yang perlu dibenahi, baik keadaan internal maupun eksternal. Di sisi internal, dalam tubuh koperasi masih banyak virus yang merugikan. Yang paling berbahaya adalah penyalahgunaan koperasi sebagai wahana sosial politik. Manuver koperasi pada akhirnya bukan ditujukan untuk kemajuan koperasi dan kesejahteraan anggota, melainkan untuk keuntungan politis kelompok tertentu.. Sebagai contoh, mislanya KUD (Koperasi Unit Desa) diplesetkan menjadi "Ketua Untung Dulu", tentunya menggambarkan yang diuntungkan koperasi adalah para elit pengurusnya (Indra Ismawan, 2001). Parahnya lagi para pengurus koperasi kadangkala merangkap jabatan birokratis, politis atau jabatan kemasyarakatan, sehingga terjadinya konflik peran. Konflik yang berlatarbelakang non koperasi dapat terbawa kedalam lembaga koperasi, sehingga mempengaruhi citra koperasi. Dari sisi eksternal, terdapat semacam ambiguitas pemerintah dalam konteks pengembangan koperasi. Karena sumberdaya dan budidaya koperasi lebih di alokasikan untuk menguraikan konflik-konflik sosial politik, maka agenda ekonomi konkret tidak dapat diwujudkan.
Koperasi jadi impoten, di mana perjuangan perekonomian rakyat kecil tidak berjalan sebagaimana fungsinya. Jadi langkah pembenahan koperasi, Pertama-tama harus dapat merestrukturisasi hambatan internal, dengan mengkikis habis segala konflik yang ada. Untuk mengganti mentalitas pencarian yang oportunitis, dibutuhkan upaya penumbuhkembangan etos dan mentalitas kewirausahaan para pengurus dan angota koperasi. Langkah-langkah inovasi usaha perlu terus ditumbuhkembangkan. Kedua, pembenahan manajerial. Manajemen koperasi dimasa datang menghendaki pengarahan fokus terhadap pasar, sistem pencatatan keuangan yang baik, serta perencanaan arus kas dan kebutuhan modal mendatang. Ketiga, strategi integrasi keluar dan kedalam. Dalam integrasi ke luar, dibutuhkan kerjasama terspesialisasi antar koperasi maupun kerjasama dengan para pelaku lainnya dengan prinsip saling menguntungkan. Ke dalam, koperasi dituntut untuk menempatkan anggotanya
sebagai pelaku aktif dalam proses produksi dan distribusi dapat memenuhi syarat-syarat penghematan biaya, pemanfaatan modal, spesialisasi, keorganisasian, fleksibilitas dan pemekaran kesempatan kerja. 

Referensi : 
http://jaggerjaques.blogspot.com/2010/11/koperasi-menghadapi-era-globalisasi.html
http://www.riaupos.co.id/opini.php
http://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi