Adegan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) sungkem, membungkuk, dan mencium tangan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo menjelang pelantikan FX Hadi Rudyatmo sebagai Wali Kota Solo, di Kompleks DPRD Solo, Jumat pagi, 19 Oktober 2012, mengejutkan banyak orang. Orang pun bertanya-tanya, kenapa Gubernur DKI Jakarta itu melakukan hal demikian? Apakah itu sebagai isyarat Jokowi meminta maaf kepada Bibit Waluyo, mengingat perselisihan panas yang pernah terjadi di antara mereka tempo hari (2011)?
Perselisihan panas tersebut (2011) terjadi ketika Walikota Solo Jokowi menolak rencana pembangunan mall di atas lahan bangunan kuno bekas pabrik es Saripetojo, Kampung Jantirejo, padahal dari pihak Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo telah menyetujuinya. Alasan Jokowi menolak pembangunan mall di lokasi tersebut adalah, yang paling utama karena keberadaan mall di sana dikhawatirkan akan menggerus rezeki rakyat kecil yang sudah puluhan tahun berdagang di sekitar lokasi tersebut, dan bahwa bangunan tersebut merupakan bangunan kuno (didirikan tahun 1888) sehingga layak dijadikan cagar budaya.
Dalam kesehari-hariannya, Jokowi kelihatan seperti sosok yang lugu dan murah senyum dan tawa, tetapi begitu menghadapi persoalan serius, apalagi menyangkut kepentingan rakyat banyak (rakyat kecil), jiwa kepimpinannya langsung muncul. Prinsipnya tak tergoyahkan untuk tetap tidak mengizinkan pembangunan mall di lokasi tersebut, meskipun Gubernur Bibit Waluyo sampai murka dan mengeluarkan kata-kata tidak pantas kepada Jokowi di depan umum.
Media massa merekam kata-kata kasar Gubernur Bibit Waluyo pada 27 Juni 2011 itu, dan masih bisa dibaca atau didengar kembali saat ini. “Walikota Solo itu bodoh, kebijakan Gubernur kok ditentang. Sekali lagi saya tanya, Solo itu masuk wilayah mana? Siapa yang mau membangun?” amuk Bibit Waluyo ketika itu.
Padahal berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, meskipun lahan Saripetojo merupakan aset/milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, tetapi kewenangan untuk menerbitkan izin usaha berada di tangan Pemerintah Kota Solo.
Merespon makian Gubernur Bibit Waluyo kepada dirinya dengan kata-kata kasar, “Walikota Solo yang bodoh” itu, Jokowi dengan tenang merespon (waktu itu), “Saya memang bodoh, dari dulu saya itu bodoh. Saya juga heran kenapa rakyat memilih orang bodoh jadi walikotanya sampai dua periode.”
Meskipun kelihatan tenang, tetapi dari raut muka dan intonasi kalimat yang diucapkan kedengarannya Jokowi tersinggung dan marah juga disebut “bodoh” di depan umum seperti itu. Tetapi, responnya atas pernyataan kasar Gubernur Bibit Waluyo itu sungguh telak menyerang balik Bibit Waluyo. Kata Jokowi, “Saya juga heran kenapa rakyat memilih orang bodoh jadi walikotanya sampai dua periode.”
Dan, memang rakyat Solo ketika itu ramai-ramai mendukung Jokowi, dan marah kepada Bibit Waluyo yang telah mengata-ngatai Jokowi seperti itu.
Wrga Solo berdemo, mengecam makian Bibit Waluyo kepada Jokowi, 2 Juli 2011 (Sumber: pasoepati.com)
Karikatur yang pernah dimuat di Solopos
Perkembangan terakhir, pembangunan mall dipastikan dibatalkan. Diganti dengan rencana pembangunan sebuah hotel bintang empat, berlantai 20, dengan nama Hotel Saripetojo. Sedangan sebuah bangunan rumah dinas yang berada di kompleks lahan itu tetap dibiarkan berdiri sebagai cagar budaya kota Solo. Keberadaan hotel di lokasi tersebut, dianggap tidak akan menganggu perdagangan rakyat kecil yang berada di sekitar lokasi tersebut. Demikian juga arus lalu-lintasnya tidak akan banyak berubah, daripada keberadaan sebuah mall.
Kembali ke adegan Jokowi membungkuk dan mencium tangan Bibit Waluto tersebut di atas. Pertanda apakah ini? Apakah ini artinya, Jokowi menyesali dan meminta maaf atas “pemberontakannya” terhadap Gubernur Jawa Tengah itu tempo hari?
Bukan. Bukan itu maknanya. Jokowi pun ketika ditanya kenapa melakukan hal itu, menjawab diplomatis bahwa itu pertanda dia menghormati orang yang lebih tua dan lebih senior daripadanya. Jokowi tidak menyinggung perselisihan masa lalu itu. Apalagi ada singgung kata “maaf.”
Sesungguhnya yang terjadi di balik adegan itu adalah Jokowi dengan jiwa besarnya hendak mengajak Bibit Waluyo untuk rekonsiliasi, melupakan hubungan buruk mereka di masa lalu itu. Dia membungkuk, dan mencium tangan Bibit Waluyo itu sebagai tanda kerendahanhatinya untuk terlebih dahulu mengajak rekonsialisasi itu. Lupakan masa lalu, mari kita bersama melangkah ke masa depan. Begitu kira-kira makna adegan cium tangan tersebut.
Tetapi sayangnya, Bibit Waluyo rupanya tidak cukup berjiwa besar merespon ajakan Jokowi itu. Dendam membara masih tersimpan di dalam hatinya. Ketika Jokowi menjabat tangannya, lantas membungkuk dan mencium tangannya, dia sama sekali tidak bereaksi. Raut mukanya kaku. Bahkan memandang ke arah Jokowi pun tidak. Dia terus melangkah, mengabaikan Jokowi. Seolah-olah Jokowi tidak ada di situ. Jokowi hanya tersenyum, berjalan di belakangnya.
Tidak seharusnya Bibit Waluyo (jas hitam, berpeci) mengabaikan, dan membiarkan Jokowi, Gubernur DKI Jakarta berjalan di belakangnya seperti ini. Terlihat raut muka Bibit yang kaku, seperti menahan marah, dan Jokowi yang ceriah (Sumber: Kompas.com)
Dari gambar (video) yang terekam kamera wartawan, terlihat bahwa wajah Jokowi tetap ceriah dengan senyuman khasnya berjalan di belakang Bibit Waluyo dan FX Hadi Rudyatmo. Sedangkan wajah Bibit Waluyo tetap terlihat kaku, tak tersenyum sedikitpun, seperti menahan marah. Sepatah katapun tak terucapkan dari mulutnya kepada Jokowi.
Indikasi sangat kuat bahwa dendam masih membara di dada Bibit Waluyo adalah pada kesempatan pertemuannya dengan Jokowi itu, dia sama sekali tidak menyalami Jokowi untuk memberi ucapan selamat kepada Jokowi yang telah menjadi Gubernur DKI Jakarta yang baru.
Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo lupa bahwa kini kedudukan Jokowi itu sejajar dengan dirinya, sama-sama seorang Gubernur. Jokowi datang ke Solo sebagai Gubernur DKI Jakarta, sebagai tamunya. Seharusnya Bibit Waluyo itu sebagai tuan rumah, tahu sopan-santun, dengan menghargai kedatangan Gubernur DKI Jakarta itu. Tidak seharusnya dia membiarkan Jokowi berjalan di belakangnya (seolah-olah Jokowi itu ajudannya), dan mengabaikannya seperti itu.
Sebenarnya, kalau mau dilihat lebih dalam lagi, sesungguhnya meskipin sama-sama sebagai Gubernur, posisi Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta lebih istimewa dan lebih “bergengsi” daripada Bibit Waluyo yang adalah Gubernur Jawa Tengah itu.
Jokowi adalah Gubernur dari Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Sebagai Gubernur DKI Jakarta, oleh UU dia mempunyai kewenangan yang lebih luas daripada semua gubernur di daerah lain di Indonesia. Hanya Gubernur DKI Jakarta yang mempunyai kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan mulai dari seorang Lurah sampai dengan Walikota di wilayah DKI Jakarta Raya. Sedangkan gubernur lain, termasuk Gubernur Jawa Tengah tidak mempunyai kewenangan seperti itu. Mereka tidak berwenang mengangkat dan memberhentikan seorang Lurah, apalagi Walikota meskipun berada di dalam wilayah provinsinya.
Mungkin faktor inilah yang membuat Bibit Waluyo semakin antipati terhadap Jokowi. Ada unsur dendam, ada pula unsur cemburu. Apalagi sekarang ini Jokowi semakin populer di seantero Indonesia. Bayangkan, orang yang mungkin paling dibenci sedunia itu, sekarang malah menjadi Gubernur DKI Jakarta, sangat populer se-Indonesia, dan sangat dicintai oleh warga DKI pula.
Kini, “Walikota bodoh” itu bukan hanya dipilih rakyat Solo sampai dua periode, sekarang malah naik naik tingkat, dengan dipilih lagi oleh rakyat Jakarta sebagai Gubernur mereka. Gubernur dari Ibukota Negara Republik Indonesia.
Sayang, tidak ada wartawan yang bertanya langsung kepada Bibit Waluyo kenapa dia masih marah, bermuka masam, dan tidak menghargai Gubernur DKI Jakarta Jokowi seperti itu? Tapi, kayaknya memang dia tidak mau memberi kesempatan kepada wartawan untuk itu. Tidak mau lama-lama berada di dekat Jokowi. Maka itu seusai acara pelantikan FX Hadi Rudyantmo sebagai Walikota Solo itu, Bibit Waluyo langsung meninggalkan Gedung DPRD Solo. Katanya, langsung pergi ke kota lain untuk memenuhi acara lainnya.
Meskipun jabatan Jokowi sudah sejajar dengannya (sama-sama Gubernur), bahkan sebenarnya lebih bergengsi daripadanya, Bibit Waluyo, Gubernur Jawa Tengah itu masih tetap tinggi hati terhadap Jokowi. Dia seolah-olah masih merasa posisinya lebih tinggi daripada Jokowi. Sebaliknya, Jokowi tetap rendah hati meskipun telah mencapai posisi yang sedemikian tinggi.
Teringatlah saya perkataan Yesus di Injil: “Siapa yang meninggikan dirinya, akan direndahkan. Dan, siapa yang merendahkan dirinya, akan ditinggikan.”
Itulah pandangan publik terhadap Bibit Waluyo dan Jokowi. Bibit yang tinggi hati, direndahkan oleh publik. Jokowi yang rendah hati, ditinggikan (dihargai dan disegani) oleh publik. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar