\

Senin, 08 April 2013

Benak Fergie yang Tak Terterka



Sulit untuk memberikan tepuk tangan kepada Manchester United pada laga dinihari tadi, Selasa (9/4/2013). Lebih sulit lagi untuk mengetahui apa ada yang ada di benak Sir Alex Ferguson yang sulit untuk diterka.

Sebelum menghadapi Manchester City, catatan United adalah sebagai berikut: kalah 1-2 dari Real Madrid, bermain imbang 2-2 melawan Chelsea, menang masing-masing 1-0 atas Reading dan Sunderland, lalu terakhir kalah 0-1 dari Chelsea. Dua kali menang, satu kali imbang, dan dua kali kalah. Tidak cukup untuk disebut luar biasa.

Namun, apa yang lebih mengkhawatirkan dari itu adalah bagaimana United bermain. Robin van Persie sedang berhenti mencetak gol, sementara sayap-sayap United yang kerap diandalkan Ferguson sebagai tumpuan serangan sama tumpulnya dan suka bikin frustrasi. Jangan heran kalau kemudian Si Setan penguasa Premier League ini hanya menang tipis atas Reading dan Sunderland.

Ada ekspektasi berbeda ketika mereka akan bertanding menghadapi City. Ini adalah derby melawan rival sekota, di mana kemenangan akan membuat mental Anda naik setinggi langit. Mengingat garis finis sudah terlihat di ujung jalan, bukankah itu sebuah hal yang maha penting? Dan bukankah godaan untuk unggul 18 poin adalah sesuatu yang sulit untuk ditolak?

Saya tidak bisa mengelak dari pendapat bahwa derby yang (bisa dibilang) kalah romantis dibanding derby-derby lain semisal Lazio-AS Roma atau Boca Juniors-River Plate di belahan dunia lainnya. Kalah romantis dalam artian atmosfernya tidak se-membahana atau sepanas dua derby yang disebut lainnya. Rival memang iya, tapi bisa jadi itu pun muncul hanya karena United dan City berada dalam satu kota. Bandingkan lagi misalnya dengan United dan Liverpool, yang tautannya bahkan sampai membawa-bawa persaingan sejarah era industri di Inggris antara kota Manchester dan Liverpool.

Tapi, saya juga tidak bisa menyangkal bahwa sejak City muncul sebagai kekuatan baru di Premier League, derby Manchester menjadi salah satu yang ditunggu --setidaknya oleh para penikmatnya. City bak jadi simbol perlawanan tiran atas United, yang sebegitu berkuasanya di Premier League dan sebegitu ingin dijatuhkannya oleh tim-tim lain. Percayalah, ini nyaris sama seperti ketika Ferguson ingin menjatuhkan Liverpool dari takhtanya. Sejarah berulang.


Dengan derby Manchester menjadi hal yang antisipatif, baik Ferguson maupun Roberto Mancini tentu diharapkan menyiapkan tim terbaik mereka. City tentu saja dengan Vincent Kompany dan Pablo Zabaleta di lini belakang, Yaya Toure, David Silva, Samir Nasri di tengah, dan Carlos Tevez atau Sergio Aguero di lini depan. United, di lain pihak, adalah Van Persie dan Wayne Rooney, lalu tambahkan Danny Welbeck dan Shinji Kagawa, kemudian Michael Carrick dan Tom Cleverley, terakhir adalah duet Rio Ferdinand dan Nemanja Vidic, atau mungkin salah satunya.

Mancini melakukan seperti apa yang diprediksikan. Tetapi Ferguson tidak. Ada Ryan Giggs di sana, ada pula Ashley Young. Sementara di hadapan David De Gea dipasang Ferdinand dan Phil Jones. Jones memang kerap tampil bagus, tapi duetnya dengan Ferdinand membuat De Gea bermain dengan kombinasi back four yang berbeda untuk ke-22 kalinya musim ini. Mungkin tidak ada masalah di situ, tapi pemilihan Giggs dan Young, sementara Cleverley dan Kagawa dicadangkan, adalah sesuatu yang dipertanyakan.

Kagawa adalah pemain yang dinilai Ferguson sebagai pemain jenius. Sang gaffer menyebut gelandang asal Jepang itu tak hanya punya visi bagus, tapi juga insting mencetak gol yang mumpuni. Dia bisa bermain di tiga posisi attacking midfielder yang berbeda, entah di tengah atau kedua sayap --kendati posisi terbaiknya tetaplah di tengah. Hal itu pun menjadikan Kagawa pemain yang relatif berbahaya di final third. Lalu, mengapa Ferguson tidak memainkannya? Benak The Scotsman memang sulit untuk ditebak.

Pemilihan Welbeck di sisi kanan memang bisa diterka alasannya. Dia dipilih tidak hanya untuk menyerang, tetapi juga mendapatkan plot untuk bertahan, membantu Rafael da Silva meladeni Samir Nasri dan Gael Clichy yang kerap naik ke depan. Young di sisi kiri bisa jadi juga demikian. Hanya saja, entah beberapa kali di babak pertama Zabaleta berada dalam posisi lowong, membuat Patrice Evra harus bekerja ekstra.

Nyaris tak ada apa-apa di babak pertama. Kecuali catatan bahwa Yaya Toure mampu mengorganisir lini tengah City dengan baik, membuat Gareth Barry dan Silva leluasa bergerak membantu rekannya di kedua sayap, atau menjadi pemain tambahan di depan atau di dalam kotak penalti United. Toure juga dengan apik mengembalikan penguasaan bola ke tangan City ketika mereka kehilangan. Toure melepaskan 43 passing di babak pertama, lebih banyak dari pemain-pemain United lainnya. Ketiadaaan pemain seperti Toure di kubu United menjadi pembeda, Giggs dan Carrick tidak kelihatan, United pun terpaksa harus bermain melebar.


Giggs jugalah yang mengawali terjadinya gol pertama City. The Welsh Wizard memang masih punya sisa-sisa kejayaan, tapi mari kita sebut saja bahwa ini bukan harinya. Operan yang dilakukannya dengan tumit terebut dan City langsung merangsek naik. Pererakan ini diakhiri dengan tendangan James Milner yang berdiri tidak jauh dari kotak penalti United. Gol pun tercipta, De Gea gagal melanjutkan catatan clean sheet-nya.

Gol Milner pun membersitkan perbedaan lain dari kedua tim. Ketika pemain City begitu rajin menusuk dari sisi sayap dan mengepung kotak penalti, hal sebaliknya tidak terjadi pada kubu United. Ketiadaan attacking midfielder murni membuat United terlihat sulit melepaskan tembakan dari jarak sedikit di luar kotak penalti City, seperti yang dilakukan oleh Milner. 'Setan Merah' memang punya 5 shots on target sepanjang laga, tapi kebanyakan berawal dari serangan di sisi sayap.

Catatan lainnya, City bermain dengan garis pertahanan relatif tinggi, membuat tembakan seperti Milner sulit dilakukan dan para pemain United setidaknya 3 kali terperangkap offside. Sebaliknya, United kerap bertahan terlalu dalam. City tercatat hanya terjebak 1 kali offside dan gol Aguero pun menunjukkan hal demikian. Penyerang asal Argentina itu bebas menerima operan dari lini kedua lantaran ada banyak ruang, berlari ke dalam kotak penalti, dan melewati tiga pemain United. Dua centre back United, Jones dan Ferdinand berdiri di dalam kotak, sementara yang mengejar Aguero adalah Welbeck.

Ketika timnya sudah tertinggal 1-2, Ferguson bergerak dengan memasukkan Antonio Valencia dan Javier Hernandez. Sementara Kagawa baru dimainkan setelah Young cedera.. terlambat 91 menit. United akhirnya kalah 1-2. City tercatat tampil lebih dominan dan lebih efektif. Mereka hanya punya 3 shots on target dan dua di antaranya berbuah menjadi gol.
Setelah pertandingan, Ferguson menyebut bahwa timnya sebetulnya tidak bermain jelek. Tapi, keputusannya dalam soal memilih pemain dan memberlakukan taktik sudah kadung menuai kritik. Beberapa blog pendukung United via Twitter menyebut, tidak ada salahnya Ferguson untuk sementara meninggalkan para pemain sayap dan kembali pada formasi diamond dengan Carrick-Cleverley-Anderson-Kagawa di lini tengah, yang dulu sempat membuat United begitu efektif.

Di sisi lain, jarak 12 poin memang tidak dekat. Tapi, dengan performa United yang seperti sekarang, tandang ke Stoke City dan West Ham United setelah ini membuat semuanya menjadi tricky. Belum lagi setelahnya United masih harus menghadapi Arsenal dan Chelsea. Kekhawatiran merebak. Ingatan di belakang kepala bahwa City musim lalu mengejar defisit delapan poin muncul.

Tapi, ah.. Mungkin Fergie yang kawakan itu sudah punya rencana lain di benaknya.


Glory - Glory Man United

Tidak ada komentar:

Posting Komentar