\

Senin, 18 Maret 2013

Ada Apa Dengan Cinta ( Sepakbola Indonesia )


Cinta sejatinya adalah unsur yang paling kuat di alam semesta ini. Dia setara bahkan lebih kuat dibandingkan dengan hukum ketertarikan. Cinta itu adalah unsur ilahiah, ketuhanan. Di dalam agama saya, Islam, kami mengenal Allah itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang (ar Rahman ar Rahim), sebuah kalimat cinta yang memulai semua surat di dalam kitab suci kami, Al Quran.

Cinta adalah kekuatan yang bisa menghilangkan kebencian. Cinta juga adalah kekuatan yang bisa mengikatkan dua orang yang berbeda. Bagi saya, cinta adalah sebuah kekuatan yang harus dimiliki untuk membangun pondasi peradaban menjadi lebih baik.

Kita semua melihat dan mengetahui, kebencian hanya akan mengantar siapapun kepada kehancuran. Lihatlah Nero yang membakar Roma, atau ingatlah pada Hitler yang memenuhi tangannya dengan darah Eropa. Tidak ada satupun peradaban di dunia ini yang dapat bertahan jika dibangun dengan nilai dan pondasi kebencian. Saya yakin betul itu.

Sepakbola di negeri kami -- Indonesia --, sepertinya hampir kehilangan rasa cinta pasca gerakan perubahan di tahun 2011. Sangat sulit hari ini saya mencerna rangkaian dan untaian kata yang meluncur dari insan sepakbola kita (terutama dari sebuah kelompok yang mengaku sebagai penyelamat), yang berisi kalimat dan kata cinta. Saya lebih sering menemukan kebencian, arogansi, caci maki, keinginan menjatuhkan dan hawa kental haus kekuasaan.

Mengapa begitu sulit menemukan makna cinta di sepakbola kami? Bukankah sepakbola mestinya membawa dan memberikan kegembiraan, kebahagiaan. Mengapa hari ini sepakbola kami lebih layak ditangisi (atau malah mungkin tidak layak).

Ada apa dengan cinta (sepakbola Indonesia)?

Sepakbola kami sudah lebih dari satu dasawarsa berada di dalam cengkraman segemoni politik. Sepakbola kami disusun menjadi bagian dari sebuah struktur politik, dalam sebuah kepentingan politik dan dibesarkan di dalam iklim politisasi. Tidak ada ideologi cinta dalam politik yang kami kenal di negara kami ini. Politik negeri kami hanya mengenal ideologi kepentingan, ideologi kekuasaan. Oleh karenanya tidak mengherankan apabila kami hampir tidak menemukan lagi saripati cinta di sepakbola kami.

Lihatlah bagaimana pendekatan dan cara politik digunakan untuk membangun sebuah kekuatan tawar-menawar di dalam sepakbola kami. Himpun kekuatan, minta back-up sana sini, bila perlu kendalikan media untuk membangun dan menguatkan isu dan opini, beri sentuhan dengan melibatkan unsur parlemen dan penguasa negeri kami. Komplet sudah sepakbola kami dipenjara atas nama politik. Hancurkan dari dalam dengan membuat intrik, panaskan suhu dengan memelihara kebencian antarsuporter. Bila perlu, lakukan cara politik ‘belah bambu’.

Ada apa dengan cinta (sepakbola Indonesia)?

Atas nama apakah kalian mengatakan saudara kalian sebagai saudara yang 'haram' di dalam sepakbola kami? Pasti bukan atas nama cinta. Karena Cinta akan mengajarkan kepada kita tentang pentingnya menghargai dan pentingnya memberi ruang. Begitu sulitkah memberi tempat kepada klub yang telah memilih berjuang di masa awal pergerakan perubahan ini? Apakah karena mereka telah menggangu kepentingan kalian sehingga begitu bencinya kalian kepada mereka?

Lalu mengapa kalian tidak mau menerima saudara kalian yang baru selesai berjuang untuk kembali diterima di rumah sepakbola kita ini? Bahkan kalian dengan mudahnya memberikan mereka label 'haram' ? Itukah cinta kalian?

Sebelum mereka keluar rumah untuk berjuang, bukankah mereka tinggal satu kamar dengan kalian, menjadi bagian dari sejarah yang juga dibuat bersama-sama?

Ada apa dengan cinta (sepakbola Indonesia)?

Begitu sulitkah buat kalian untuk kembali ke rumah sepakbola kita? Padahal rumah ini menyediakan cinta yang banyak untuk kalian. Pemilik rumah ini tidak pernah mengusir kalian walaupun kalian gagal memenuhi verifikasi profesional menurut AFC, karena ada cinta di sana. Pemilik rumah ini juga tidak pernah menghukum kalian sampai kalian terbukti bersalah. Bandingkan dengan pemilik rumah yang lama. Walaupun kalian nakal, keras kepala, melawan, bahkan menebar kebencian, pemilik rumah ini tetap mengakui kalian sebagai anaknya, tetap meminta kalian kembali ke rumah sepakbola kita. Masihkah kalian tidak melihat cinta di sana ?

Ketika kalian menemukan rumah "baru" yang lebih gemuruh, kalian membiarkan saja rumah sepakbola kami dirusak dan dimarginalkan. Seolah kalian menikmati sekali proses itu. Ketika rumah sepakbola kami sibuk berbenah membangun kembali pondasi masa depan yang sudah dirusak, dirubuhkan dan dikotori oleh penghuni lama, kalian masih saja asyik melempar kata-kata yang jauh dari makna cinta.

Ketika kami membangun harapan masa depan anak-anak muda bangsa, kalian malah berdoa dan berharap harapan anak-anak muda ini hancur luluh. Apakah itu cinta kawan? Kalian bilang cinta Indonesia, tapi kalian membenci siapapun yang saat ini berjuang untuk membangun sepakbola Indonesia menjadi lebih baik.

Ada apa dengan cinta (sepakbola Indonesia)

Kami mungkin tidak berdaya karena kami tidak memiliki kekuatan politik yang mendukung kami. Kami juga tidak berdaya untuk bisa berbicara di TV dan media maintream. Kami juga mungkin tidak berdaya karena kami tidak memiliki kekuatan uang seperti kalian, tapi kami punya kekuatan yang tidak dimiliki kalian, CINTA. Kami akan MELAWAN LUPA dengan cinta. Kami akan tetap menulis, berkata dan berteriak.

Bagi kami, cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan walaupun mereka telah dikecewakan. Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti sebelumnya, dan kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangunkan kembali kepercayaan.

Kembalilah ke rumah sepakbola ini, Kawan. Masih ada cinta di sini. Kami akan tetap mencintai kalian, karena kalian adalah saudara kami. Tidak layak kalian dibenci, tidak layak juga kami menyakiti kalian. Kami tidak berharap dicintai oleh kalian, tapi ijinkan kami tetap memberikan cinta kepada kalian.

Buya Hamka pernah mengatakan cinta itu adalah perasaan yang mesti ada pada setiap diri manusia. Ia laksana setetes embun yang turun dari langit, bersih dan suci. Hanya tanah di bumilah yang berlainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus, tumbuhlah oleh karenanya kedurjanaan, kedustaan, penipu, langkah serong dan perkara tercela lainnya. Tetapi jika ia jatuh ke tanah yang subur, di sana akan tumbuh kesucian hati, keikhlasan berbagi, kesetiaan budi pekerti dan lahirlah perangai yang terpuji.

Oh sepakbola Indonesia. Sepakbola kami tidak perlu lari ke hutan belok ke pantai, tidak perlu juga memecahkan gelas supaya ramai, sepakbola kami hanya memerlukan cinta, dan bagi kami cukuplah sudah!

Ini bukan Cinta Satu Malam yang akan hilang ketika rembulan meninggalkan malam. Ini juga bukan Cinta Setengah Hati yang bertepuk sebelah tangan. Bukan juga cinta Terlarang yang harus main belakang. Ini soal Ketulusan Cinta --- memberi, menerima, menjaga dan membela sepakbola Indonesia dengan sepenuh jiwa, bukan untuk kami bukan juga untuk kalian, tapi untuk masa depan sepakbola kita yang jauh lebih baik, bersahaja dan penuh Cinta.

Jangan sesekali mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba. Jangan sesekali menyerah jika kamu masih merasa sanggup. Jangan sesekali mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.

Kembalilah kawan, we still always love you. Kita bangun masa depan sepakbola negeri ini dengan cinta. Bisa?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar