Judul Buku : GOL! Memahami Kesuksesan dari Kacamata Sepakbola
Penulis : Gheeto T Wicaksono
Penerbit : Bhuana Ilmu Populer, Jakarta
Cetakan : Pertama, 2013
Tebal : viii + 182 halaman
ISBN : 978-602-249-194-1
Hidup itu apa? Sudahkah Anda memiliki alat atau cara pandang terhadap hidup ini? Dua pertanyaan yang (terkadang) sulit dijawab. Karena, setiap orang sudah (atau belum) memiliki jawabnya masing-masing. Ada yang menjawab "urip iku mung mampir ngombe" -- hidup itu sekadar singgah minum, hidup adalah perjuangan, maupun hidup adalah perbuatan, dan jawaban lainnya.
Semua jawaban tadi benar. Tak pernah ada jawaban salah. Namun, ada satu jawaban unik: hidup itu "bermain" bola. Melalui buku GOL! Memahami Kesuksesan dari Kacamata Sepakbola, penulisnya mencoba membuat pembacanya memahami bahwa ternyata hidup itu memang "bermain" bola. Kita harus percaya diri dan konsisten mencetak gol (kehidupan) sebanyak mungkin untuk meraih "kemenangan".
Menurut Gheeto TW, sang penulis, sesungguhnya sepakbola adalah tentang hidup kita. Sepakbola bukan sekadar tentang "sepak" (kata kerja) atau "bola" (kata benda), melainkan tentang siapa yang menyepak bola, ke mana arahnya, bagaimana filosofinya, dan apa dampaknya bagi peradaban manusia. Bahkan lebih dari itu, melalui sepakbola kita dapat melihat yang meta [yang tak terlihat] oleh ribuan mata penonton di stadion maupun jutaan pasang mata pemirsa televisi.
Permainan sepakbola diciptakan oleh manusia. Namun, sadar atau tidak, prinsip-prinsip dalam permainan ini "meniru" cara Tuhan menciptakan dunia dan segala hukumnya, baik hukum alam, moral, maupun keteraturan seluruh jagat raya. Lapangan bola adalah miniatur kehidupan. Di sana ada kedaulatan wasit yang mengadili pertandingan sebagaimana Tuhan berdaulat penuh atas hidup manusia di atas lapangan kehidupan.
Attack
Ada hukum dan aturan yang berlaku serta pengawas pertandingan, sebagaimana pula ada hukum, aturan, dan pengawas dalam lapangan kehidupan manusia di dunia. Sehebat-hebatnya Pele, Messi, atau Ronaldo, mereka adalah insan yang sepenuhnya tunduk pada wasit. Kartu kuning atau merah, offside, maupun ukuran lapangan ditetapkan tanpa persetujuan mereka. Semua sudah jadi dan ada. Pemain hanya diberi kesempatan untuk menaatinya.
Begitu juga dengan hidup ini. Manusia ditempatkan di bumi yang sudah jadi. Mereka tidak dapat menentukan siang, malam, tumbuhan maupun hewan yang hidup di bumi. Bahkan, manusia tidak diberi kebebasan untuk menentukan posisi hidung, mata, telinga di tubuhnya sendiri. Semuanya sudah ada dan manusia hanya wajib menjalani hidup sesuai aturan pengadil lapangan kehidupan yaitu: Tuhan.
Kedaulatan Tuhan telah merancang hidup ini seperti kompetisi panjang yang harus dijalani sejak kickoff (lahir) hingga peluit panjang tanda "pertandingan" berakhir (kematian atau kiamat). Dalam pertandingan di lapangan kehidupan ini, perlu strategi mantap untuk memenangkan pertandingan. Ada goal (tujuan) yang harus dituju, ada passion yang harus dipenuhi, dan ada team serve.
Sebagaimana di lapangan hijau, hidup ini penuh dengan jebakan offside, sering terjadi pelanggaran, berisiko cedera, terkadang kecolongan hingga beroleh penalti. Bahkan, terkadang mendapat peringatan atau sanksi berupa kartu kuning (sakit) maupun merah (mati). Karenanya, selain defence, dalam hidup ini kita juga harus attack. Kita harus menjalaninya dengan confidence, konsisten hingga saat injury time, dan memaksimalkan potensi untuk menggapai kemenangan (hidup) (hlm. 175).
Penautpaksaan
Layaknya menit pertandingan sepakbola, buku ini berisi 90 renungan pendek yang menautkan sepakbola lapangan hijau dengan kenyataan di lapangan kehidupan. Terbagi dalam sembilan bab, buku ini menyeruakkan limpahan inspirasi hidup dari lapangan hijau yang selama ini belum kita ketahui. Sekalipun banyak membahas tentang sepakbola, prinsip-prinsipnya dapat diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan yang kita jalani.
Dengan memadukan pendekatan sains, psikologi, bisnis, sejarah, kepemimpinan, budaya, bahkan filsafat, karya penulis Kick n' Goal (2006) dan The Mou Way (2012) ini mengajak kita menikmati kehidupan melalui sepakbola. Menyaksikan 90 menit pertandingan sepakbola tak ubahnya berada di dalam ruang kelas maupun laboratorium. Makanya, jangan sampai 90 menit (bahkan lebih) itu terbuang sia-sia dalam irasionalitas fanatisme buta, tanpa pernah belajar apa pun dari pertandingan sepakbola.
Namun, ada beberapa hal yang luput dari karya ini. Pertama, di beberapa esai (23 dan 26) terdapat penautpaksaan -- semacam kawin-paksa -- antara sepakbola dengan kehidupan, sehingga terkesan membelokkan secara mendadak alur pemahaman dan irama baca yang sudah terbangun. Kedua, tiada esai injury time maupun jeda di antara esai 45 dan 46, layaknya 45 menit pertama dalam pertandingan sepakbola. Ketiga, adanya kesalahan penulisan. Misalnya, penulisan Piala Dunia 1989 yang seharusnya 1998 (hlm. 33).
Terlepas dari kekurangannya, buku ini bisa menjadi referensi dalam memandang hidup bagi siapa pun. Terlebih, bagi pelaku sepakbola agar dapat memaknai dan menjiwai sepakbola (yang sangat kita gandrungi ini) untuk humanisasi kehidupan. Mari melihat -- yang kasat mata maupun meta -- sekaligus belajar dari 90 menit pertandingan sepakbola di stadion maupun televisi.
Glory - Glory Man United
Tidak ada komentar:
Posting Komentar