Konsep
keuangan berbasis syariah Islam dewasa ini telah diterima secara luas di dunia
dan telah menjadi alternatif baik bagi pasar yang menghendaki kepatuhan syariah
(syariah compliance), maupun bagi pasar konvensional sebagai sumber keuntungan
(profit source). Diawali dengan perkembangan yang pesat di negara-negara Timur
Tengah dan Asia Tenggara, produk
keuangan dan investasi berbasis syariah Islam saat ini telah diaplikasikan di
pasar-pasar keuangan Eropa, Asia, bahkan Amerika Serikat. Selain itu,
lembaga-lembaga yang menjadi infrastruktur pendukung keuangan Islam global juga telah didirikan,
seperti Accounting and Auditing Organization for Islamic Institution (AAOIFI),
International Financial Service Board (IFSB), International Islamic Financial
Market (IIFM), dan Islamic Research and Training Institute (IRTI).
Salah
satu instrumen keuangan syariah yang telah diterbitkan baik oleh negara maupun
korporasi adalah sukuk atau obligasi syariah. Pada saat ini, beberapa negara
telah menjadi regular issuer dari sukuk, misalnya Malaysia, Bahrain, Brunei
Darussalam, Uni Emirate Arab, Qatar, Pakistan, dan State of Saxony
Anhalt-Jerman. Penerbitan sukuk negara (sovereign sukuk) tersebut biasanya ditujukan untuk
keperluan pembiayaan negara secara umum (general funding) atau untuk pembiayaan
proyek-proyek tertentu, seperti pembangunan bendungan, unit pembangkit listrik,
pelabuhan, bandar udara, rumah sakit, dan jalan tol. Selain itu, sukuk juga
dapat digunakan untuk keperluan pembiayaan cash-mismatch, yaitu dengan
menggunakan sukuk dengan
jangka waktu pendek (Islamic Treasury Bills) yang juga dapat digunakan
sebagai instrumen pasar uang.
Di
Indonesia, sukuk korporasi lebih dikenal dengan istilah obligasi syariah. Pada
tahun 2002, Dewan Syari’ah Nasional mengeluarkan fatwa No: 32/DSN-MUI/IX/2002,
tentang Obligasi Syariah. Sebagai tindak lanjut atas fatwa di atas, pada
Oktober 2002 PT. Indosat Tbk mengeluarkan obligasi syariah yang pertama kali di
pasar modal Indonesia dengan tingkat imbal hasil 16,75%, imbal hasil ini cukup
tinggi dibanding rata-rata return obligasi konvensional.
Instrumen
investasi sukuk (obligasi syariah) diprediksi bakal marak pada masa mendatang
lantaran potensi pertumbuhan masih besar. Oleh karena itu, pada masa mendatang
akan semakin banyak pihak yang mempertimbangkan sukuk.
Sejak
pertama kali diterbitkan tahun 2002, sampai saat ini secara kumulatif terdapat
64 penerbitan sukuk korporasi oleh emiten dengan total emisi Rp11,9 triliun.
Dari jumlah tersebut, per 3 Maret 2013 ada 35 sukuk yang masih outstanding,
dengan Rp7,26 triliun sukuk korporasi.
Sukuk
negara juga mencatat perkembangan yang sangat pesat. Hingga periode 3 Maret
2014, sudah diterbitkan 43 sukuk negara dengan total nilai Rp139,97 triliun.
Bahkan sejak kali pertama sukuk diterbitkan tahun 2002, sampai saat ini secara
kumulatif terdapat 64 penerbitan sukuk korporasi oleh emiten dengan total emisi
Rp11,9 triliun. Dari jumlah tersebut, per 3 Maret 2013 ada 35 sukuk yang masih
outstanding, dengan Rp7,26 triliun sukuk korporasi.
Diungkapkan
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida,
sukuk negara mencatat perkembangan yang sangat pesat. Pada tahun 2013 dan 2014,
prospek perkembangan sukuk masih sangat besar. Bahkan ke depan, akan semakin
banyak perusahaan yang mengenal dan memahami sukuk dan dapat mempertimbangkan
sukuk sebagai alternatif pendanaan perusahaan. Apalagi 2014 merupakan tahun
yang cukup menggembirakan bagi pasar sukuk Indonesia, baik korporasi maupun
negara.
Selama
tahun 2013, terdapat 10 penerbitan sukuk korporasi dan 16 sukuk negara dengan
total nilai mencapai Rp51,4 triliun. Total penerbitan sukuk di Indonesia
tersebut menyumbang lima persen penerbitan sukuk di seluruh dunia. Minat
investasi sukuk setidaknya tergambar ketika pemerintah menerbitkan sukuk negara
ritel dengan seri SR006 senilai Rp19,32 triliun pada 5 Maret 2014. Minat pelaku
investasi sangat tinggi jumlah investor sukuk SR006 mencapai 34.692 investor.
Sukuk negara tersebut dipasarkan oleh 28 agen penjual dengan masa jatuh tempo 5
Maret 2017. Melalui penerbitan sukuk negara tersebut diharapkan dapat memenuhi
sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2014. Adapun tingkat imbalan yang
diberikan sukuk tersebut sebesar 8,75 persen per tahun dan yang pembayaran
imbalan dilakukan tiap tanggal 5.
Dengan
semakin berkembangnya model-model sukuk, maka kemungkinan untuk dapat
mengembangkan sukuk di Indonesia juga semakin besar. Akan tetapi semua ini juga
tergantung kepada kemauan dan sikap politik ekonomi pimpinan negara untuk
menjalankannya. Apalagi program sukuk ini akan lebih bagus bila didukung aset
yang dijamin pemerintah. kalau dalam awal perkembangan sukuk di Timur Tengah
dan Malaysia diawali dengan penerbitan sukuk dari perusahaan-perusahaan milik
pemerintah. Oleh karena itu, Indonesia juga dapat mendorong BUMN yang bergerak
dalam sektor riil untuk menerbitkan sukuk di Bursa Efek Indonesia (BEI).
“Namun
demikian, sebelum dapat menerbitkan sukuk, harus pula diperhatikan ketatnya
persyaratan dalam ekonomi syariah, antara lain, saat ini sukuk masih terbatas
pada pembiayaan perdagangan atau produksi dan aset yang tangible dan yang
langsung berkaitan dengan sektor riil.
Di
samping itu, investor sukuk berhak sepenuhnya untuk mendapatkan semua informasi
berkenaan dengan penggunaan dana sukuk tersebut. Termasuk, aset yang menjadi
dasar penerbitan sukuk maupun hal-hal lain khususnya yang berkenaan dengan
perbedaan yang jelas dengan investasi konvensional. Sebetulnya, hal ini
tidaklah sulit untuk ditaati, oleh karena persyaratan ini juga mendorong
penerbit sukuk untuk lebih disiplin dan transparan dalam mengelola keuangannya.
Saya
menilai bahwa prospek dan pasar sukuk di Indonesia masih menarik, mengingat
mayoritas penduduk adalah pemeluk agama Islam. Sukuk pun dapat menjadi satu
pilihan bagi pemodal untuk diversifikasi investasi. “Indonesia yang berpredikat
investment grade bisa ikut menekan imbal hasil sukuk. Beban emiten pun tidak
terlalu tinggi. Semakin banyak sukuk yang beredar, semakin likuid dan risk
premium bisa ditekan,” ungkap Ronald.
Maraknya
investasi sukuk juga tak lepas dari surat edaran beromor SE-13/BL/2012 pada 19
September 2012. Ini merupakan turunan dari Peraturan Bapepam-LK Nomor IX. A.1
tentang Ketentuan Umum Pengajuan Pernyataan Pendaftaran. Kehadiaran surat
edaran tersebut telah memberi penegasan dan kepastian hukum diperbolehkannya
emiten yang mengajukan pendaftaran obligasi dan sukuk dalam waktu bersamaan
untuk menyampaikan informasi penawaran tertulis dalam satu prospektus.
Jenis-Jenis Sukuk
Merujuk pada fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Obligasi
Syariah, akad yang dapat
digunakan dalam penerbitan
Obligasi Syariah antara
lain: mudharabah
(muqaradah)/qiradh,
musyarakah, murabahah, salam,
istisna, dan ijarah .
1. 1. Akad Mudharabah atau Muqaradah (Trust
Financing, Trust Investment)
Mudharabah adalah
perjanjian kerja sama
usaha antara dua
pihak dengan pihak pertama
menyediakan modal, sedangkan
pihak lainnya menjadi
pengelola. Dalam fatwa Dewan
Syariah Nasional tentang Obligasi
Syariah Mudharabah disebutkan bahwa
Obligasi Syariah Mudharabah adalah
Obligasi Syariah yang berdasarkan akad
mudharabah dengan memperhatikan
substansi Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No.7/DSN-MUI/IV/2000
tentang pembiayaan Mudharabah.
2. 2. Akad Ijarah (Operational Lease)
Ijarah adalah
sebuah kontrak yang
didasarkan pada adanya
pihak yang membeli dan menyewa
peralatan yang dibutuhkan klien dengan uang sewa tertentu. Pemegang Surat
Berharga Ijarah sebagai
pemilik yang bertanggung
jawab penuh untuk segala sesuatu yang terjadi pada milik mereka. Dalam
Fatwa Dewan Syariah Nasional No.
41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah disebutkan bahwa Obligasi Syariah Ijarahadalah
Obligasi Syariah berdasarkan akad ijarah yaitu akad pemindahan
hak guna (manfaat)
atas suatu barang
dalam waktu tertentu dengan pembayaran
sewa (ujrah), tanpa
diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri. Ditambah dengan memperhatikan
substansi Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No.
09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaanijarah.
3. 3. Akad
Musyarakah (Partnership, Project Financing Participation)
Surat Berharga
Musyarakah dibuat berdasarkan
kontrak musyarakah yang hampir
menyerupai Surat Berharga Mudharabah. Perbedaan utamanya adalah pihak perantara
akan menjadi pasangan dari grup pemilik yang menjadi pemegang obligasi
Musyarakah di dalam suatu perusahaan gabungan, yang pada mudharabah, sumber
modal hanya berasal
dari satu pihak.
Dalam Fatwa Dewan
Syariah Nasional No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan
musyarakah disebutkan bahwa pembiayaanmusyarakah yaitu
pembiayaan berdasarkan akad
kerjasama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu, yang masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana dengan ketentuan
bahwa keuntungan dan
resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
4. 4. Akad
Salam (In-Front Payment Sale)
Salam
adalah penjualan suatu komoditi, yang telah ditentukan kualitas dan kuantitasnya yang akan diberikan kepada
pembeli pada waktu yang telah ditentukan di masa depan pada
harga sekarang. Dalam
Fatwa Dewan Syariah
Nasional No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli salam disebutkan
bahwa jual beli barang dengan cara
pemesanan dan pembayaran
harga lebih dahulu
dengan syarat-syarat tertentu
disebut dengan salam.
5. 5. Akad
Istisna (Purchase by order or
manufacture)
Istisna adalah
suatu kontrak yang
digunakan untuk menjual
barang manufaktur dengan
usaha yang dilakukan
penjual dalam menyediakan
barang tersebut dari material,
deskripsi dan harga
tertentu. Dalam Fatwa Dewan
Syariah Nasional No.
06/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual
beli istisna disebutkan
bahwa jual beli istisna
yaitu akad jual
beli dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan
tertentu yang disepakati
antara pemesan (pembeli,
mustashni) dan penjual (pembuat, shani).
6. 6. Akad
Murabahah (Deferred Payment Sale)
Murabahah adalah
jual beli barang
pada harga asal
dengan tambahan keuntungan yang
disepakati. Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSN- MUI/IV/2000 tentang
murabahah disebutkan bahwa pihak
pertama membeli barang yang
diperlukan nasabah atas nama pihak pertama sendiri, dan pembelian ini
harus sah dan
bebas riba. Kemudian nasabah
membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada
jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar