\

Kamis, 16 Oktober 2014

Perkembangan Sukuk di Indonesia



Konsep keuangan berbasis syariah Islam dewasa ini telah diterima secara luas di dunia dan telah menjadi alternatif baik bagi pasar yang menghendaki kepatuhan syariah (syariah compliance), maupun bagi pasar konvensional sebagai sumber keuntungan (profit source). Diawali dengan perkembangan yang pesat di negara-negara Timur Tengah dan Asia Tenggara,  produk keuangan dan investasi berbasis syariah Islam saat ini telah diaplikasikan di pasar-pasar keuangan Eropa, Asia, bahkan Amerika Serikat. Selain itu, lembaga-lembaga yang menjadi infrastruktur pendukung  keuangan Islam global juga telah didirikan, seperti Accounting and Auditing Organization for Islamic Institution (AAOIFI), International Financial Service Board (IFSB), International Islamic Financial Market (IIFM), dan Islamic Research and Training Institute (IRTI).
Salah satu instrumen keuangan syariah yang telah diterbitkan baik oleh negara maupun korporasi adalah sukuk atau obligasi syariah. Pada saat ini, beberapa negara telah menjadi regular issuer dari sukuk, misalnya Malaysia, Bahrain, Brunei Darussalam, Uni Emirate Arab, Qatar, Pakistan, dan State of Saxony Anhalt-Jerman. Penerbitan sukuk negara (sovereign  sukuk) tersebut biasanya ditujukan untuk keperluan pembiayaan negara secara umum (general funding) atau untuk pembiayaan proyek-proyek tertentu, seperti pembangunan bendungan, unit pembangkit listrik, pelabuhan, bandar udara, rumah sakit, dan jalan tol. Selain itu, sukuk juga dapat digunakan untuk keperluan pembiayaan cash-mismatch, yaitu dengan menggunakan  sukuk  dengan  jangka waktu pendek (Islamic Treasury Bills) yang juga dapat digunakan sebagai instrumen pasar uang.
Di Indonesia, sukuk korporasi lebih dikenal dengan istilah obligasi syariah. Pada tahun 2002, Dewan Syari’ah Nasional mengeluarkan fatwa No: 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah. Sebagai tindak lanjut atas fatwa di atas, pada Oktober 2002 PT. Indosat Tbk mengeluarkan obligasi syariah yang pertama kali di pasar modal Indonesia dengan tingkat imbal hasil 16,75%, imbal hasil ini cukup tinggi dibanding rata-rata return obligasi konvensional.
Instrumen investasi sukuk (obligasi syariah) diprediksi bakal marak pada masa mendatang lantaran potensi pertumbuhan masih besar. Oleh karena itu, pada masa mendatang akan semakin banyak pihak yang mempertimbangkan sukuk.
Sejak pertama kali diterbitkan tahun 2002, sampai saat ini secara kumulatif terdapat 64 penerbitan sukuk korporasi oleh emiten dengan total emisi Rp11,9 triliun. Dari jumlah tersebut, per 3 Maret 2013 ada 35 sukuk yang masih outstanding, dengan Rp7,26 triliun sukuk korporasi.
Sukuk negara juga mencatat perkembangan yang sangat pesat. Hingga periode 3 Maret 2014, sudah diterbitkan 43 sukuk negara dengan total nilai Rp139,97 triliun. Bahkan sejak kali pertama sukuk diterbitkan tahun 2002, sampai saat ini secara kumulatif terdapat 64 penerbitan sukuk korporasi oleh emiten dengan total emisi Rp11,9 triliun. Dari jumlah tersebut, per 3 Maret 2013 ada 35 sukuk yang masih outstanding, dengan Rp7,26 triliun sukuk korporasi.
Diungkapkan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida, sukuk negara mencatat perkembangan yang sangat pesat. Pada tahun 2013 dan 2014, prospek perkembangan sukuk masih sangat besar. Bahkan ke depan, akan semakin banyak perusahaan yang mengenal dan memahami sukuk dan dapat mempertimbangkan sukuk sebagai alternatif pendanaan perusahaan. Apalagi 2014 merupakan tahun yang cukup menggembirakan bagi pasar sukuk Indonesia, baik korporasi maupun negara.
Selama tahun 2013, terdapat 10 penerbitan sukuk korporasi dan 16 sukuk negara dengan total nilai mencapai Rp51,4 triliun. Total penerbitan sukuk di Indonesia tersebut menyumbang lima persen penerbitan sukuk di seluruh dunia. Minat investasi sukuk setidaknya tergambar ketika pemerintah menerbitkan sukuk negara ritel dengan seri SR006 senilai Rp19,32 triliun pada 5 Maret 2014. Minat pelaku investasi sangat tinggi jumlah investor sukuk SR006 mencapai 34.692 investor. Sukuk negara tersebut dipasarkan oleh 28 agen penjual dengan masa jatuh tempo 5 Maret 2017. Melalui penerbitan sukuk negara tersebut diharapkan dapat memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2014. Adapun tingkat imbalan yang diberikan sukuk tersebut sebesar 8,75 persen per tahun dan yang pembayaran imbalan dilakukan tiap tanggal 5.
Dengan semakin berkembangnya model-model sukuk, maka kemungkinan untuk dapat mengembangkan sukuk di Indonesia juga semakin besar. Akan tetapi semua ini juga tergantung kepada kemauan dan sikap politik ekonomi pimpinan negara untuk menjalankannya. Apalagi program sukuk ini akan lebih bagus bila didukung aset yang dijamin pemerintah. kalau dalam awal perkembangan sukuk di Timur Tengah dan Malaysia diawali dengan penerbitan sukuk dari perusahaan-perusahaan milik pemerintah. Oleh karena itu, Indonesia juga dapat mendorong BUMN yang bergerak dalam sektor riil untuk menerbitkan sukuk di Bursa Efek Indonesia (BEI).
“Namun demikian, sebelum dapat menerbitkan sukuk, harus pula diperhatikan ketatnya persyaratan dalam ekonomi syariah, antara lain, saat ini sukuk masih terbatas pada pembiayaan perdagangan atau produksi dan aset yang tangible dan yang langsung berkaitan dengan sektor riil.
Di samping itu, investor sukuk berhak sepenuhnya untuk mendapatkan semua informasi berkenaan dengan penggunaan dana sukuk tersebut. Termasuk, aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk maupun hal-hal lain khususnya yang berkenaan dengan perbedaan yang jelas dengan investasi konvensional. Sebetulnya, hal ini tidaklah sulit untuk ditaati, oleh karena persyaratan ini juga mendorong penerbit sukuk untuk lebih disiplin dan transparan dalam mengelola keuangannya.
Saya menilai bahwa prospek dan pasar sukuk di Indonesia masih menarik, mengingat mayoritas penduduk adalah pemeluk agama Islam. Sukuk pun dapat menjadi satu pilihan bagi pemodal untuk diversifikasi investasi. “Indonesia yang berpredikat investment grade bisa ikut menekan imbal hasil sukuk. Beban emiten pun tidak terlalu tinggi. Semakin banyak sukuk yang beredar, semakin likuid dan risk premium bisa ditekan,” ungkap Ronald.
Maraknya investasi sukuk juga tak lepas dari surat edaran beromor SE-13/BL/2012 pada 19 September 2012. Ini merupakan turunan dari Peraturan Bapepam-LK Nomor IX. A.1 tentang Ketentuan Umum Pengajuan Pernyataan Pendaftaran. Kehadiaran surat edaran tersebut telah memberi penegasan dan kepastian hukum diperbolehkannya emiten yang mengajukan pendaftaran obligasi dan sukuk dalam waktu bersamaan untuk menyampaikan informasi penawaran tertulis dalam satu prospektus.
Jenis-Jenis Sukuk
        Merujuk pada  fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Obligasi Syariah, akad   yang   dapat   digunakan   dalam   penerbitan   Obligasi   Syariah   antara   lain: mudharabah   (muqaradah)/qiradh,   musyarakah,   murabahah,   salam,   istisna,   dan ijarah .
1.       1. Akad Mudharabah atau Muqaradah (Trust Financing, Trust Investment)
          Mudharabah  adalah  perjanjian  kerja  sama  usaha  antara  dua  pihak  dengan pihak  pertama  menyediakan  modal,  sedangkan  pihak  lainnya  menjadi  pengelola. Dalam  fatwa  Dewan  Syariah Nasional tentang Obligasi  Syariah  Mudharabah disebutkan  bahwa  Obligasi  Syariah Mudharabah  adalah  Obligasi  Syariah  yang berdasarkan  akad  mudharabah  dengan  memperhatikan  substansi  Fatwa  Dewan Syariah Nasional MUI No.7/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Mudharabah.
2.       2. Akad Ijarah (Operational Lease)
Ijarah  adalah  sebuah  kontrak  yang  didasarkan  pada  adanya  pihak  yang membeli dan menyewa peralatan yang dibutuhkan klien dengan uang sewa tertentu. Pemegang  Surat  Berharga  Ijarah  sebagai  pemilik  yang  bertanggung  jawab penuh untuk segala sesuatu yang terjadi pada milik mereka. Dalam Fatwa  Dewan  Syariah Nasional  No.  41/DSN-MUI/III/2004  tentang  Obligasi Syariah  Ijarah disebutkan bahwa Obligasi Syariah Ijarahadalah Obligasi Syariah berdasarkan akad ijarah yaitu akad  pemindahan  hak  guna  (manfaat)  atas  suatu  barang  dalam  waktu  tertentu dengan  pembayaran  sewa  (ujrah),  tanpa  diikuti  dengan  pemindahan  kepemilikan barang itu sendiri. Ditambah dengan  memperhatikan  substansi  Fatwa  Dewan Syariah Nasional MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaanijarah.

3.      3. Akad Musyarakah (Partnership, Project Financing Participation)
Surat  Berharga  Musyarakah  dibuat  berdasarkan  kontrak musyarakah  yang hampir menyerupai Surat Berharga Mudharabah. Perbedaan utamanya adalah pihak perantara akan menjadi pasangan dari grup pemilik yang menjadi pemegang obligasi Musyarakah di dalam suatu perusahaan gabungan, yang pada mudharabah, sumber modal  hanya  berasal  dari  satu  pihak.  Dalam  Fatwa  Dewan  Syariah  Nasional  No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang   pembiayaan   musyarakah   disebutkan   bahwa pembiayaanmusyarakah  yaitu  pembiayaan berdasarkan  akad kerjasama  antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, yang masing-masing pihak memberikan kontribusi dana  dengan  ketentuan  bahwa  keuntungan  dan  resiko  akan  ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

4.     4. Akad Salam (In-Front Payment Sale)
Salam adalah penjualan suatu komoditi, yang telah ditentukan kualitas  dan kuantitasnya yang akan diberikan kepada pembeli pada waktu yang telah ditentukan di masa depan  pada  harga  sekarang.  Dalam  Fatwa  Dewan  Syariah  Nasional No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli salam disebutkan bahwa   jual beli barang dengan  cara  pemesanan  dan  pembayaran  harga  lebih  dahulu  dengan  syarat-syarat tertentu disebut dengan salam.

5.      5. Akad Istisna (Purchase by  order or manufacture)
Istisna   adalah   suatu   kontrak   yang   digunakan   untuk   menjual   barang manufaktur  dengan usaha  yang  dilakukan  penjual   dalam  menyediakan  barang tersebut  dari  material,  deskripsi  dan  harga  tertentu. Dalam  Fatwa  Dewan  Syariah Nasional  No. 06/DSN-MUI/IV/2000  tentang  jual  beli  istisna  disebutkan  bahwa jual  beli  istisna  yaitu  akad  jual  beli  dalam  bentuk  pemesanan  pembuatan  barang tertentu  dengan  kriteria  dan  persyaratan  tertentu  yang  disepakati  antara  pemesan (pembeli, mustashni) dan penjual (pembuat, shani).
6.      6. Akad Murabahah (Deferred Payment Sale)
Murabahah   adalah  jual   beli   barang   pada   harga   asal   dengan  tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSN- MUI/IV/2000  tentang  murabahah  disebutkan  bahwa pihak  pertama  membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama pihak pertama sendiri, dan pembelian ini harus  sah  dan  bebas  riba. Kemudian  nasabah  membayar  harga  barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar