\

Jumat, 13 Desember 2013

Menunggu Kehebatan Sebenarnya David Moyes


Mengapa David Moyes yang dipilih? Pertanyaan dari pendukung Manchester United itu, ketika Sir Alex Ferguson pensiun di akhir musim lalu, mencerminkan keraguan besar: apakah orang ini bisa melakukannya?

Yang menarik, dalam sejarahnya MU tidak begitu saja memecat pelatih. Bahkan Fergie pun tidak mereka apa-apakan padahal tidak memberikan apa-apa di musim pertamanya di Old Trafford. Anda tahu, ada di posisi berapa MU ketika mulai ditangani orang Skotlandia itu? Peringkat ke-11.

Walaupun di musim berikutnya finis sebagai runner-up (di bawah Liverpool), MU kembali ke posisi 11 di akhir musim 1988/1989. Celakanya lagi, di musim selanjutnya Bryan Robson dkk. Malahan terpuruk di urutan ke-13.

Untungnya, walaupun MU berakhir di peringkat ke-13 di liga, di musim itu mereka berhasil memenangi Piala FA, yang menjadi trofi pertama Fergie di klub ini. Setelah itu, buah kesabaran dan keputusan manajemen mempertahankan Sir Alex hari demi hari membuahkan hasil.

Di musim 1990/1991 MU menduduki peringkat keenam di liga, dan menjuarai kompetisi Eropa: Piala Winners. Di musim 1991/1992 MU menjadi runner-up, dan di musim berikutnya tampil sebagai juara Premier League. Dan seterusnya, kita tahu apa yang telah dilakukan MU dalam dua dekade terakhir ini.

Dengan segala pencapaiannya -- total 38 gelar sejak November 1986 sampai Mei 2013, Sir Alex meninggalkan warisan sekaligus beban yang teramat besar untuk siapapun penggantinya. Lalu, kenapa Fergie memilih Moyes sebagai penerus "dinastinya" itu?

Alasan yang "wajar" adalah mereka sama-sama dari Skotlandia. Juga, trek rekor Moyes tidaklah buruk buat seseorang yang bisa membangun sebuah tim (Everton) yang sering menyulitkan tim-tim favorit, dan selalu menjadi seekor kuda hitam di Premier League, padahal materi pemainnya pas-pasan.

Moyes mengawali kariernya sebagai manajer di awal 1998 sebagai komandan Preston North End, yang kala itu bermain di divisi tiga Liga Inggris. Ia lalu direkrut Everton pada tahun 2002 dan bertahan di Goodison Park selama 11 tahun. Ironisnya, sepanjang kariernya itu ia hanya mendapat satu piala, yaitu Football League Second Division (1999/2000. Trofi keduanya baru diperoleh setelah ia digaet MU, dalam laga Community Shielf di awal musim ini.

Meski fakir piala, tapi Moyes punya prestasi yang layak dibanggakan. Ia pernah tiga kali terpilih sebagai manajer of the year oleh League Managers Association, yang merupakan asosiasi manajer-manajer di Liga Inggris.

Sebagai mantan pemain yang berposisi center back, Moyes sangat ahli dalam meramu sistem pertahanan di Everton. Ukurannya, dalam 7 musim terakhir mereka "hanya" kebobolan 280 gol dalam 266 pertandingan liga, yang itu berarti rata-rata tidak sampai 2 gol per game. Selama itu pula mereka selalu masuk 7 besar kecuali musim 2009/2010 (rangking 8).

Lalu kenapa sejauh ini ia tidak mampu menerapkan hal serupa di MU, yang jelas-jelas memiliki materi pemain yang mumpuni?


Menurut penulis, permasalahan MU diawali dengan kegagalan mereka mendapatkan beberapa pemain incarannya pada bursa musim panas, walaupun gelontoran poundsterling telah disiapkan. Ini memperlihatkan, seakan-akan magnet MU menurun drastis karena faktor pergantian manajer dari Fergie ke Moyes. Cesc Fabregas, Luka Modric, Thiago Alcantara sampai Ezequiel Garay "menolak" diajak ke Manchester. Hanya Marouane Fellaini yang notabene anak buah Moyes di Everton yang bisa direkrut MU. Selain mencoba pemain muda seperti Adnan Janujaz dan Wilfried Zaha, skuat "Setan Merah" praktis tidak berubah dengan musim lalu saat menjadi juara Premier League.

Sampai 15 pekan MU hanya menang enam kali, tapi kalah pun sampai 5 kali. Dalam dua laga terakhir mereka berturut-turut menyerah dari Everton dan Newcastle United di Old Trafford. Anomalinya, di Liga Champions mereka tak terkalahkan dan berhasil lolos dari fase grup.

Posisi ke-9 di klasemen sementara tentu saja di luar dugaan dan harapan semua penggemar MU. Tak heran jika pertanyaan "klasik" itu muncul: sampai kapan manajemen akan percaya pada kinerja Moyes? Apakah hasil baik akan segera datang? Itu yang akan menjadi misteri dalam beberapa pekan ke depan terutama di masa padat di akhir tahun ini.

Sejauh musim ini sudah adalah tiga manajer yang dipecat: Paolo di Canio, Ian Halloway, dan Martin Jol. Apakah Moyes akan menjadi yang keempat. Well, semua bisa saja terjadi. Tapi ingat, seperti ditulis di bagian atas, dalam empat musim pertama Fergie di MU, tiga kali tim ini finis bahkan di luar 10 besar.

Lagi-lagi, inilah serunya Premier League, selalu sulit ditebak. Jika ingin menjadi legenda pula di kompetisi ini, Moyes tentu saja harus bisa meneruskan "dinasti" dan warisan yang diserahkan Fergie pada dirinya. Sebuah pepatah mengatakan, sebuah kerajaan tidak akan kuat kalau rajanya lemah. Begitupun di sepakbola, sebuah tim memerlukan manajer yang hebat untuk menjadi hebat.

Mampukah Moyes?

#IN MOYES WE TRUST

Tidak ada komentar:

Posting Komentar