\

Kamis, 22 Agustus 2013

Memaksimalkan Potensi Welbeck di Final Third


Danny Welbeck menorehkan catatan terbaiknya di awal musim ini: membuat dua gol ke gawang Swansea. Sejak memulai karier profesionalnya di tahun 2008, baru kali ini ia mencatatkan namanya di papan skor di laga pembuka Premier League.

Jika kontribusinya di pertandingan Community Shield juga dihitung, ia sungguh memulai musim ini dengan sangat baik. Kala itu, ketika Manchester United mengalahkan Wigan Athletic 2-0, Welbeck menjadi starter dan membuat assist  untuk gol kedua Robin van Persie. Kemudian, tiga hari setelah itu ia juga berhasil mencetak gol untuk timnas Inggris ke gawang Skotlandia.

Performa cukup mengesankan itu seperti menjadi isyarat kalau Welbeck siap mengulangi kontribusinya di musim 2011/2012. Kendati gelar juara jatuh pada Manchester City, di musim itu ia mencuri perhatian dengan torehan 12 gol. Dalam usianya yang baru 20 tahun kala itu, Welbeck berhasil mengunci posisi starter dengan menyingkirkan nama mentereng nan mahal, Dimitar Berbatov.

Sejauh ini, musim 2011/2012 tersebut menjadi capaian terbaiknya sejak di level profesional. Tidak heran jika di musim itu pula pria berdarah Ghana itu untuk pertama kalinya mengecap pengalaman mengenakan jersey The Three Lions. Di akhir musim dia juga masuk skuat Inggris di Euro 2012 dan bahkan pelatih Roy Hodgson menjadikannya sebagai striker utama Inggris di turnamen tersebut.

Musim lalu, pemuda yang lahir dan besar di Manchester ini sebenarnya mencatatkan jumlah penampilan terbanyaknya di MU. Di semua ajang Welbeck tampil di 40 pertandingan, satu lebih banyak dibanding musim sebelumnya. Akan tetapi, catatan jumlah penampilannya itu tidak diimbangi dengan gelontoran gol, karena ia cuma mendulang dua gol -- bahkan lebih seret ketimbang musim debutnya di 2008/2009, ketika ia membukukan tiga gol.

Akibatnya, Welbeck mendapat banyak sorotan. Pemain kelahiran 26 November 1990 ini dianggap masih terlalu muda untuk dibebani ekspektasi tinggi. Tetapi Sir Alex Ferguson tidak memperlihatkan kekhawatiran. Di musim terakhir Fergie menukangi MU itu Welbeck tetap dapat tempat utama. Fergie juga membuat pernyataan kalau kepercayaannya pada Welbeck tak berkurang hanya karena seretnya raihan gol.

Di musim kompetisi yang paceklik gol itu Welbeck sebenarnya justru sedang meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan pengalaman taktikalnya. Itu konsekuensi dari cara Fergie menempatkan Welbeck dalam skema permainan MU.

Kala itu Fergie mustahil memberi posisi target-man selain pada Van Persie. Bahkan si anak emas Wayne Rooney pun harus menyerahkan posisi sebagai target-man pada Van Persie. Selain kadang menggeser Welbeck ke sisi kiri yang sudah sering dilakoninya di awal-awal kariernya di Old Trafford, Fergie juga kerap menempatkannya di posisi penyerang kedua (second striker).

Dalam skema itu, puncak penampilan Welbeck secara taktik terlihat saat MU bertemu dengan Real Madrid di perdelapanfinal Liga Champions. Di laga pertama, Welbeck bermain cemerlang dan bahkan dinobatkan sebagai man of the match oleh banyak media.

Kala itu ia bermain di sisi kiri di babak pertama. Di posisi itu ia bukan hanya berkali-kali mengalahkan Raphael Varane, tapi juga sering berhasil mengelabui bek dengan pengalaman seperti Sergio Ramos. Kecepatan Welbeck dalam melakukan cutting inside tanpa bola berkali-kali berhasil merepotkan Ramos.

Di babak II, Fergie menggesernya ke tengah, berada di belakang Van Persie. Di posisi itu Welbeck (dan Van Persie) tetap mampu mengusik ketenangan para defender Madrid, plus sanggup menghambat kinerja Xabi Alonso, jantung permainan Madrid. Dalam posisi di belakang Van Persie itu ia berkali-kali berhasil merusak permainan Alonso.

Peran seorang striker atau gelandang menyerang yang justru diberi tugas tambahan menjaga playmaker lawan yang bermain agak ke belakang [deep-lying playmaker], memang salah satu kecerdikan yang pernah ditunjukkan Fergie. Sebelumnya, di Liga Champions 2009/2010, sang manajer pernah menempatkan Park Ji-Sung di posisi itu untuk mengunci permainan Andrea Pirlo yang jadi jantung permainan Milan. Dan berhasil.

Peran sebagai defensive-forward atau suffaco itu menjadi salah satu pengalaman taktikal yang dengan baik diperankan oleh Welbeck. Dan untuk peran ini, ia menyingkirkan Rooney.

Umumnya orang menilai Rooney punya kemampuan bertahan yang bagus. Tapi Rooney gagal menjalan peran sebagai suffaco ini ketika Inggris bertemu Italia di Euro 2012. Kala itu Hodgson menempatkan Welbeck sebagai target-man dan Rooney sebagai suffaco untuk mengganggu permainan Pirlo. Sayangnya, Rooney dianggap gagal ketika itu. Hal serupa terjadi saat Rooney tidak maksimal memanggul peran tambahan untuk merusak permainan Sergio Busquet di final Liga Champions 2011.

Itulah kenapa Fergie memutuskan membangkucadangkan Rooney di laga kedua melawan Madrid itu. Di laga pertama, Rooney yang ditempatkan di sisi kanan untuk ikut membantu menetralisir kombinasi Fabio Coentrao dan Cristiano Ronaldo. Lagi-lagi, Rooney dianggap kurang maksimal memanggul tugasnya itu. Di laga kedua, Fergie malah mempercayakan posisi itu pada Giggs yang sudah berusia 39 tahun. Dan Giggs kala itu dinilai bermain sangat baik, dan sanggup menjawab beban membantu pertahanan.

Jika kita melihat bagaimana cara Welbeck menampilkan performa impresif di awal musim ini, tidak bisa tidak kita harus memberikan kredit pada Fergie karena memberinya kesempatan mengeksplorasi peran dan taktik yang baru. Moyes tinggal memetik buahnya.

Dan itulah memang yang diperlihatkan Welbeck, baik di laga Community Shield maupun saat melawan Swansea di liga. Pemain yang di masa kecilnya pernah ditolak oleh Manchester City itu bermain lebih ke tengah di belakang Van Persie. Dalam peran dan posisi inilah dia memberi kontribusi penting pada permainan MU.

Saat mengalahkan Wigan ia bukan hanya membuat satu assist, tapi melakukan hampir semua tindakan bertahan [tekel, intersep, clearance]. Artinya dia juga sangat aktif bertahan ketika tim kehilangan penguasaan bola. Sementara akurasi umpannya mencapai 90%. Raihan itu hanya kalah dari Tom Cleverley dan Michael Carrick sebagai sesama starter kala itu. Saat menyerang iia membuat dua kali percobaan mencetak gol dan 2 key passes yang salah satunya berbuah assist.

Melawan Swansea, kinerja Welbeck dalam membantu MU saat kehilangan bola juga sama baiknya. Dia membuat tiga intersep [hanya kalah dari Rio Ferdinand dan Carrick] dan 2 clearance. Produksi umpannya juga menjadi keempat terbanyak di laga itu.

Ia memang tidak mencatatkan assist, tapi mencetak 2 gol. Hanya dalam satu pertandingan ia sudah menyamai raihan golnya di sepanjang musim lalu. Ini akan memperbaiki kepercayaan diri Welbeck di depan gawang yang sempat terkikis karena paceklik gol di musim lalu.

Yang menarik adalah kombinasi Welbeck dengan Van Persie dan Giggs. Sebagai penyerang kedua, salah satu kerja pokok Welbeck tentu harus menjadi penghubung antara lini tengah dengan Van Persie. Dan pekerjaan itu dilakoni dengan baik saat menghadapi Wigan.

Sebagai penyerang kedua yang punya peran tambahan untuk menghubungkan lini tengah dengan striker, Welbeck punya kemampuan yang sudah dibuktikannya di musim lalu, di mana ia menjadi striker dengan rataan umpan akurat terbaik di Liga Inggris dengan akurasi mencapai 86,4%.

Rataan akurasi umpan itu juga dimungkinkan karena kontrol bolanya yang bagus, dan seringkali terlihat sama lembutnya dengan kontrol bola Berbatov. Ini memungkinkan Welbeck punya kemampuan untuk menahan bola yang berguna untuk memberi kesempatakan rekan-rekannya bergerak mencari ruang.

Kombinasi Welbeck dengan Giggs di laga versus Wigan atau Swansea juga menarik untuk dicatat. Dua pemain ini rajin bertukar posisi untuk menutup dan memanfaatkan ruang-ruang kosong. Jika Giggs bergerak ke tengah, Welbeck kadang yang ganti mengisi posisi di sisi kiri. Begitu juga sebaliknya.

Akan sangat menarik jika Welbeck juga mengeksploitasi daya jelajahnya di final third ke sisi kanan, bukan hanya ke kiri untuk bertukar posisi dengan Giggs. Mungkin itu akan mustahil terjadi jika sisi kanan ditempati oleh Antonio Valencia yang memang cenderung statis di sisi kanan dengan mengandalkan kekuatan kaki kanan. Tapi akan berbeda jika Wilfried Zaha yang dipasang di kanan. Jika Welbeck dan Zaha pun mampu dengan cair bertukar posisi, sebagaimana Welbeck dengan Giggs, tentu ini akan jadi fenomena taktikal yang menarik untuk disimak.



Dengan pergerakan macam itu Welbeck jelas bisa dimanfaatan dalam situasi apa pun di daerah final third. Dia bisa menjadi pemain bertahan pertama saat timnya kehilangan bola. Dengan kecepatan yang dengan gemilang ditunjukkannya saat menghadapi Madrid, dia bisa diharapkan membongkar pertahanan lawan dari sayap. Dengan kualitas umpannya, dia juga bisa jadi penghubung antara lini tengah dengan depan.

Bahwa saat melawan Swansea justru Rooney yang membuat 2 assist, itu menegaskan betapa Moyes punya opsi yang cukup untuk mengeksploitasi final third lawan dengan memaksimalkan pemain-pemain dengan kemampuan bagus sebagai penyerang kedua.

Jika ingin memaksimalkan Welbeck atau Rooney untuk mengeksploitasi final third lawan di belakang Van Persie, Moyes hanya perlu memastikan bahwa lini tengah MU mampu menyuplai bola yang cukup kepada keduanya. Dan itu artinya membutuhkan kemampuan menguasai lini tengah.

Dan di situlah justru persoalan MU yang sudah berlangsung beberapa musim terakhir. Stok pemain gelandang tengah mereka relatif terbatas. Moyes sejauh ini terlihat hanya bisa mengandalkan Carrick dan Cleverley. Stok itu amat minim jika dibandingkan daftar gelandang tengah yang dimiliki oleh Chelsea atau Manchester City.

Toh, jika pun penguasaan lini tengah itu gagal dilakukan, seperti yang terjadi saat menghadapi Swansea, Moyes masih bisa berharap pada ketajaman para penyerangnya. Seperti yang juga terlihat menghadapi Swansea, ketajaman MU sama sekali tidak berbanding lurus dengan penguasaan bola. Ditekan terus-terusan di babak pertama, MU malah bisa unggul 2-0 melalui Van Persie dan Welbeck.

Ketajaman Van Persie, seperti yang sudah ditunjukkannya lebih-lebih di dua musim terakhir, tetap menjadi tumpuan utama. Tapi dengan dua golnya ke gawang Swansea, juga memberi isyarat bahwa Welbeck pun musim ini siap menjadi alternatif mesin gol seperti yang sudah ia lakukan di musim 2011/2012. Jika kedua pemain itu sama-sama tajam, fans "Setan Merah" mungkin bisa menggantungkan harapan lebih tinggi lagi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar